ANALISIS PEMANFAATAN DAN
PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR KELURAHAN KELAPA LIMA KOTA KUPANG
SKRIPSI
Diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar:
Sarjana Ekonomi
OLEH
BENYAMIN YOHANIS
LETTI
NIM: 1020101003
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PGRI NTT
KUPANG
2014
LEMBAR
PERSETUJUAN
JUDUL:
ANALISIS
PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN
PESISIR KELURAHAN KELAPA LIMA
KOTA KUPANG
NAMA : BENYAMIN Y LETTI
NIM :
1020101003
PROGRAM
STUDI : EKONOMI PEMBANGUNAN
Skripsi
ini telah disetujui untukdipertahankan
diuji oleh Dewan Pengujipada:
Sabtu 26 Juli 2014.
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL : ANALISIS
PEMANFAATAN DANPENGEMBANGAN KAWASAN
PESISIR KELURAHAN KELAPA LIMA
KOTA KUPANG
NAMA : BENYAMIN
YOHANIS
LETTI
NIM : 1020101003
PROGRAM STUDI : EKONOMI
PEMBANGUNAN
Skripsi
ini telah diterima oleh Panitia Ujian
Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas
PGRI NusaTenggara Timur, dalam ujian
skripsi yang diselenggarakan pada:
Hari/Tanggal
:Sabtu 26 Juli 2014
Tempat
:Kantor Fakultas Ekonomi Universitas PGRI
NTT
Dinyatakan
:LULUS
Dewan
Penguji :1. Jonathan Pering, S.E., M.Si.
2. Drs. F. Bolang, M.Si.
3.YonathanAgu Ate, M.Si.
PERSEMBAHAN
Tulisan iniku
persembahkan kepada:
1. Yang
Maha Esa Tuhan Yesus KristusSang Pemberi Hidup dan Sumber Hikmatku Yang Abadi
2. Kedua
orang tuaku tercinta Bapak Wellem Letti dan Ibu Margeritha Maure,S.Pd.
3. Kakaku tersayang: Yuni Yati Letti, SE, Semi Yati Letti, dan Vicktor AmosLetti, SH.
4. Adikku tersayang: Ruth Marisa Letti
5. Teman-teman
Pemuda Gereja Pniel Oebobo
6. Teman-teman
Pemuda Wilayah Pelayanan Jemaat Rayon 8 Pniel Oebobo
7. Teman-teman
Theam KUMAN
( DQnetkaossablon):
K
DQ, K Jho, Thaen
MOTTO
KARENA TUHANLAH YANG
MEMBERIKAN HIKMAT, DARI MULUTNYA DATANG PENGETAHUAN DANKEPANDAIAN
(AMSAL 2:6)
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan hikmat yang
dianugerahkan sehingga penulisdapat merampungkan tulisan ini dengan
judul “Analisis Pemanfaatan dan
Pengembangan Kawasan Pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang” dapat
penulis selesaikan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dekan
dan Bapak-Bapak Pembantu Dekan Fekultas Ekonomi
2. BapakDaud Amarato,D.M.Si, selaku Ketua Program
Studi Ekonomi Pembangunan
3. Bapak Lende Dangga, SE.MM, selaku
Dosen Penasehat
4. Bapak Drs.Fredrik Bollang, MSi,
selaku Pembimbing I
5. Bapak Yonatan B Agu Ate,S.Sos.MSi, selaku
Pembimbing II, yang dengan segala kemampuannya membimbing penulis dalam
menyelesaikan tulisan ini.
6. Bapak/Ibu
Dosen Pemngampuh/Pengasuh Mata Kulia pada Fakultas Ekonomi PGRI
7.Bapak Walikota Kupang, Kepala Badan KESBANGPOL
Kota Kupang, Bapak Camat Kelapa Lima,Ibu Lurah Kelapa Lima beserta seluruh
Aparat Kelurahan Kelapa Lima.
8. Kawan-kawan Angkatan 2010: Jambres, Yero, Yafet, Ahmad, Ady,
Ferdy, Roy, Gustaf, Pak Simon,
Lisa, Doly, Maya, Roly, Marten, IbuLedy, Selvy.
Semua pihak yang
membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini, Penulis mengucapkan terima
kasih.
Akhir kata, penulis
mohon maaf bila terdapat kekurangan dalam
penyusunan tulisan ini. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk hasil
yang lebih baik di kemudian hari. Semoga
tulisan ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
dan Pemerintah Kota KupangdalamPenataan Kawasan PesisirKelurahanKelapa LimaKota Kupang yang
berkelanjutan.
Kupang, Juli 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
LEMBARAN JUDUL
i
LEMBARAN
PERSETUJUAN
ii
LEMBARAN
PENGESAHAN
iii
PERSEMBAHAN
iv
MOTTO
v
KATA
PENGANTAR
vi
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR
TABEL
x
DAFTAR
GAMBAR
xi
DAFTAR
BAGAN
xi
ABSTRAK
xii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1.
Latar Belakang
1
1.2.
Fokus Penelitian
4
1.3.
Rumusan Masalah
4
1.4.
Tujuan Penelitian
4
1.5.
Kegunaan Penelitian
5
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1.
Konsep Penataan Ruang Wilayah Pesisir
6
2.2.
Pengembangan Kawasan Pesisir
18
2.3.
Konsep Pemukiman
19
2.4.
Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa
26
BAB III METODE PENELITIAN
29
3.1.
Lokasi Penelitian
29
3.2.
Jenis Penelitian
29
3.3.
Subjek dan Informan Penelitian
29
3.4.
Teknik Pengumpulan Data
31
3.5.
Pengolahan Data
31
3.6.
Teknik Analisis Data
31
3.7.
Kerangka Pikir
34
BAB
IV GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
36
4.1.
Sejarah Kelurahan Kelapa Lima
36
4.2.
Letak Wilayah
36
4.3.
Keadaan Penduduk
36
4.4.
Sarana Prasarana
37
4.5.
Kerakteristik Informan
42
BAB
V HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
47
5.1.
PemanfaatandanPengembanganKawasanPemukiman
47
5.2.PemanfaatandanPengembangankawasan Perdagangan dan Jasa
57
BAB
VI PENUTUP
66
6.1.
Kesimpulan
66
6.2.
Saran
67
DAFTAR PUSTAKA
69
LAMPIRAN
70
DAFTAR
TABEL
Tabel
3.1. Penelitian Terdahulu 27
Tabel 4.1. Sarana Pendidikan 37
Tabel
4.2. Sarana Peribadatan 39
Tabel 4.3. Prasarana Lingkungan 40
Tabel
5.1. Pola dan Pengembangan Pemukiman 54
Tabel
5.2. Pemanfaatan dan Pengembangan Perdagangan dan Jasa 64
DAFTAR
GAMBAR
Gambar
4.1. Penyebaran Sarana Prasarana Pada Kawasan Pemukiman 42
Gambar
5.1. Penyebaran Pemukiman Pada Kawasan Berlereng 53
Gambar
5.2. Penyebaran Pemukiman Pada Kawasan Sempadan Pantai 56
Gambar
5.3. Aktifitas Perdagangan dan Jasa Pada Kawasan Berlereng 61
Gambar
5.4. Aktifitas Perdagangan dan Jasa Pada Kawasan Datar Bergelombang 62
Gambar
5.5. Aktifitas Perdagangan dan Jasa Pada Kawasan Sempadan Pantai 63
DAFTAR
BAGAN
Bagan
3.1. Kerangka Pikir 35
ABSTRAK
Benyamin Yohanis
Letti,
Sabtu 26 Juli 2014,Pemanfaatan Dan
Pengembangan Kawasan Pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang, Pembimbing
I:Drs.Fredrik Bollang, M.Si. Pembimbing II: Yonatan B Agu Ate,S.Sos.M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pemanfaatan dan pengembangan kawasan pesisir dalam hal pemukiman,
perdagangan dan jasa padaKelurahan Kelapa Lima Kota Kupang.
Pendekatan
yang digunakan dalampenelitianiniadalah
pendekatan kualitatifdenganmenggunakaninformansebagai
unit analisismenggunakanteknikpengumpulan data melalui wawancara
mendalam, observasi dan
studi dokumen. Analisis
yangdigunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.
Temuan
dalam penelitian ini adalah 1) BentukpemanfaatankawasanpemukimanpadaKelurahanKelapa
Lima yaitupermukiman/hunianberupabentukhunianpermanendan nonpermanent,
saranabagimasyarakatberupaGedungSekolah, TempatPeribadatanberupa Masjid
danGerejadanPosyandu, PrasaranadasarberupaJalan, Sanitasi, Drainase, Bakpenampungan
Air danTempatSampah. 2)
Bentukpemanfaatanlainnyayaitu
Kos-kosandanKios, MeubeldanBengkel. 3) PemanfaatankawasanpemukimanpadaKelurahanKelapa Limaberkembangdenganpolapemanfaatansecara
radial (menyebar) dan linear (sejajar)
dengandipengaruhiolehkarakteristikkawasanberlereng, dataranberlandai.4)Pemanfaatan
kawasan pesisir pada Kelurahan Kelapa Lima dalam hal
perdagangan dan jasa terbentuk pada kerakteristik kawasan dataran berlandai dan
kawasan sempadan pantai. 5) Bentuk aktifitas
perdagangan dan jasa diantaranya: Hotel, Restaurant, Wisma, Losmen, Kos-kosan,
Mini Market,Kios, PT/CV, Sentra PKL dan lain sebagainya denganbentuk bangunan yang beragam.Pola penyebaranaktivitas perdagangan dan jasa tersebut terbentuk
dengan pola radial (tersebar)dan linear
(sejajar). Disarankan
kepada Pemerintah Kota Kupang terutama Dinas Perumahan dan Tata ruang Kota
Kupang agar pemanfaatan kawasan perlu memperhatikan daya dukung lingkungan dan
antisipasi terhadap dampak yang timbul melalui penguatan kebijakan dan
pengawasan terhadap penyebaran pembangunan kawasan pemukiman, perdagangan dan
jasa.
Kata
Kunci:Kawasan Pesisir,Pemanfaatan,
Pengembangan,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Penataan
ruang adalah suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Tata
ruang kawasan pesisir adalah wujud susunan pusat-pusat permukiman
dan sistem jaringan sarana prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosialekonomi
masyarakat yang memiliki hubungan fungsional dengan peruntukan ruang dalam
suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budi daya.
Penataan ruang wilayah pesisir mengacu pada aspek keamanan, kenyamanan, serta produktifitas pembangunan
yang bermanfaat secara luas bagi semua lapisan masyarakat. Penataan ruang memiliki peranan
penting dalam penyelenggaraan pembangunan demi terwujudnya pembangunan
berkelanjutan dalam bentuk kontribusi nyata dalam pengembangan wilayah.
Penggunaan
kawasan pesisir pada hakekatnya
disesuaikan dengan kemampuan lingkungan dalam menyediakan sumber daya (carrying
capacity) Menurut
Duhari et al (2001:122) pembangunan
pada kawasan pesisir adalah pembangunan kawasan pemukiman, industri, rekreasi
dan pariwisata bahari dan konservasi hutan. Selain itu banyak juga kegiatan
pembangunan kawasan pesisir yang diarahkan pada kegiatan komersial atau
perdagangan, peninggalan bersejarah, kawasan pelabuhan, transportasi dan kawasan pertahanan keamanan. Setiap wilayah
memiliki konsep tata ruang yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan
terhadap kondisi fisik wilayah, permasalahan, potensi dan peluang pengembangan
wilayah yang dapat mendorong
pencapaian pengembangan tata
ruang yang berkelanjutan.
Campur
tangan pemerintah dalam kegiatan pengembangan suatu wilayah adalah keharusan
dan memeiliki peran sentral, akan tetapi masyarakat perlu diikutsertakan agar
terdapat keterpaduan dalam suatu kegiatan pengembangan wilayah yang lebih
terarah sesuai arah penataan ruang wilayah. Pemerintah sebagai pemegang
kekuasaan harus memainkan peranan penting dalam penataan ruang wilayah melalui
regulasi kebijakan baik, ditingkat nasional maupun daerah sebagai dasar
penataan dan pemanfaatan ruang wilayah.
Dalam
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional, kebijakan pemerintah dalam penataan ruang secara
nasional diarahkan padakebijakan pengembangan struktur ruang, pola ruang dan
fungsi pengembangan kawasan, pemeliharaan kelestarian fungsi lingkungan hidup
melalui proses penataan ruang yang teratur untuk mencegah dampak negatif
kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Menyikapi
arah kebijakan penataan ruang secara nasional yang mengarah pada suatu tindakan
operasional maka dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kemudian di
tindaklanjut oleh Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur melalui Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi
Nusa Tenggara Timur Nomor 01 tahun 2011
Tentang Tata Ruang Wilayah tahun 2010-2030, bahwa dalam kegiatan pemanfaatan
dan pengembangan yang dilakukan pada kawasan pesisir perlu memperhatikan
prioritas kawasan dan pengembangan sistem pusat kegiatan ekonomi di sekitar
pesisir serta pemeliharaan kawasan lindung yang berfungsi memelihara
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam maupun sumberdaya
buatan serta penataan pembangunan
dengan memperhatikan jarak ideal bangunan
maupun pemukiman penduduk pesisir dengan garis sepadan pantai minimal 200 meter hingga
lebih dari 500 meter sabagai antisipasi terhadap ancaman degradasi lingkungan pada Kelurahan
Kelapa Lima Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang (Hasil penelitian
Univercity of Mercu Buana Jakarta, Tahun
2005-2011 di Kelurahan Kelapa Lima.
posted by Adipandang Yudono March 20,
2013).
Kemudian, mengacu pada regulasi di atas dan berdasarkan keanekaragaman
sumber daya alam, jasa lingkungan potensial yang dapat dimanfaatkan untuk
menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta untuk mencegah ketidak sesuaian pemanfaatan wilayah dalam
suatu proses pembangunan terutama pada kawasan pesisir, maka Pemerintah Kota
Kupang menetapkan dasar penataan ruang yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor
12/2011 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota yang diperkuat oleh Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Kupang sesuai Perda Nomor 11/2011 mengamanatkan agar
pemanfaatan dan pengembangan tata ruang yang ada di kawasan pesisir Kota Kupang
harus memperhatikan kemampuan wilayah dalam mendukung kegiatan masyarakat.
Salah satu
kawasan pesisir dimaksud adalah kawasan pesisir yang terletak di Kelurahan Kelapa Lima Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang.
Aktivitas dikawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima didominasi oleh permukiman,
perdagangan dan jasa, yang mana ketiga hal tersebut secra langsung berkaitan
dengan lingkungan sehingga perlu adanya penataan dan peruntukan wilayah yang
sesuai kebutuhan masa kini melalui perhatian terhadapat pemanfaatan lingkungan
dan perhitungan dayadukung serta sumberdaya yang ada sehingga dampak yang
ditimbulkan dari pemanfaatan tersebut dapat diminimalisasi. Pembangunan yang
ada perlu memperhatikan sonasi maupun kriteria pemanfaatan wilayah agar dapat
mengetahui secara jelas sonasi
peruntukan ruang untuk pemukiman maupun perdagangan dan jasa, sehingga
pemanfaatan dan pengembangan yang terjadi tidak saling tumpang tindih sebagai
akibat dari pembangunan yang melampaui daya dukung lingkungan.
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas maka menjadi sangat penting untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisi
Pemanfaatan Dan Pengembangan Kawasan Pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang ”
1.2.FOKUS PENELITIAN
Yang
menjadi fokus penelitian ini adalah menyangkut pemanfaatan dan pengembangan
kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang dalam hal pemukiman, perdagangan dan jasa. Hal ini menjadi sangat penting
karena berkaitan dengan tataguna dan pemanfaatan wilayah untuk pembangunan
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang berkelanjutan.
1.3.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.3.1. Bagaimana
pemanfaatan dan pengembangan kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang dalam
hal pemukiman?
1.3.2. Bagaimana
pemanfaatan dan pengembangan kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang
dalam hal perdagangan
dan jasa?
1.4.TUJUAN PENELITIAN
Tujuan
penelitian ini sebagai berikut:
1.4.1. Mengetahui,
mendeskripsikan menganalisis dan menginterpretasikan pemanfaatan dan
pengembangan kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang dalam hal
Pemukiman.
1.4.2. Mengetahui,
mendeskripsikan menganalisis dan menginterpretasikan pemanfaatan dan
pengembangan kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang dalam hal
Perdagangan dan Jasa.
1.5. KEGUNAAN PENELITIAN
1.5.1.
Kegunaan Teoritis
Penelitian
ini di harapkan dapat bermanfaat bagi
pengembangan Ilmu Ekonomi Pembangunan, kususnya dalam hal pemanfaatan
dan pengembangan potensi kawasan pesisir.
1.5.2.
Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
untuk pemanfaatan dan pengembangan
kawasan pesisir Kelurahan
Kelapa Lima Kota Kupang dalam hal pemukiman, perdagangan dan jasa, dan sebagai bahan
refrensi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lanjutan mengenai
pemanfaatan dan pengembangan Kawasan
Pesisir.
1.5.3.
Kegunaan
Pribadi
Penelitian ini
diajukan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.KONSEP
PENATAAN RUANG WILAYAH PESISIR
Penataan ruang merupakan suatu
sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang
meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Hal
tersebut diatas telah digariskan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Peraturan Pemerintah Nomor. 28 tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan
ketentuan Pasal 20 ayat (6)
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional atau RTRWN adalah arahan kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang wilayah negara. Kebijakan pembangunan tersebut diantaranya adalah menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan, mempertahankan
dan mendorong peningkatan presentase Ruang Terbuka Hijau (RTH) terhadap kawasan
budidaya, mempertahankan kawasan konservasi terutama dikawasan perkotaan,
mewujudkan ecocity, serta
meningkatkan pengawasan dan pengendalian lingkungan dalam setiap aspek
penyelenggaraan konstruksi. Penataan ruang memiliki peranan penting dalam
penyelenggaraan pembangunan demi terwujudnya pembangunan berkelanjutan yaitu
dalam bentuk memberikan kontribusi yang nyata dalam pengembangan wilayah yang
berkelanjutan, sehingga keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia
dapat tercapai.
Ruang
adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang
adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan ruang mencakup suatu
sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Tata ruang atau Land use adalah
wujud struktur ruang
dan pola ruang disusun secara nasional,
regional
dan lokal.
Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi,
dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
(RTRWK). Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosialekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola Ruang
adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Perencanaan tata ruang merupakan metode-metode
yang digunakan oleh sektor publik
untuk mengatur penyebaran penduduk
dan aktivitas dalam ruang
yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota,
perencanaan regional,
perencanaan lingkungan,
rencana tata ruang nasional, sampai tingkat internasional
seperti Uni Eropa.
Adapun fungsi dari RTRW adalah:
1. Acuan dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD);
2. Acuan dalam pemanfaatan
ruang/pengembangan wilayah;
3. Acuan untuk mewujudkan keseimbangan
pembangunan dalam wilayah;
4. Acuan lokasi investasi dalam wilayah
yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta;
5. Pedoman untuk penyusunan rencana
rinci tata ruang di wilayah;
6. Dasar pengendalian pemanfaatan ruang
dalam penataan/pengembangan wilayah yang meliputi penetapan peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif,
serta pengenaan sanksi dan;
7. Acuan dalam administrasi pertanahan.
Menurut Suprihayono
(2007: 14) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke
arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam
air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin
laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup
bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat
seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena
kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Pengertian
wilayah pesisir menurut Soegiarto (dalam Dahuri, dkk, 2001: 9) yang juga
merupakan pengertian wilayah pesisir yang dianut di Indonesia adalah daerah
pertemuan antara darat dan laut, dimana wilayah pesisir ke arah darat meliputi
daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat
laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke
arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh
proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air
tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti
pengundulan hutan dan pencemaran. Pengertian wilayah pesisir menurut
kesepakatan terakhir internasional adalah merupakan wilayah peralihan antara
laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh
percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan
benua (continental shelf) Beatleyet al, (dalam Dahuri, dkk, 2001: 9).
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang
batasan wilayah pesisir, kearah daratan mencakup wilayah administrasi daratan
dan kearah perairan laut sejauh 12 mil (19.308 km) laut diukur dari garis
pantai ke arah laut lepas dan kearah
perairan kepulauan. Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayalan yang letaknya
ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Didaerah pesisir yang landai
dengan sungai besar, garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai.
Sebaliknya di tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan laut
dalam wilayah pesisirnya akan sempit.
Secara konsepsional, suatu wilayah tempat
pembangunan dialokasikan terdiri atas tiga zona.
Pertama, zona
preservasi, yaitu suatu wilayah yang mengandung atribut biologis dan ekologis
yang sangat vital bagi kelangsungan hidup ekosistem dan seluruh komponennya
meliputi biota (organisme), termasuk kehidupan manusia, spesies langka atau
endemik, tempat (habitat) pengasuhan dan pemijahan berbagai biota laut, alur (migratory
routes) ikan dan biota laut lainnya, dan sumber air tawar. Di dalam zona
preservasi tidak diperkenankan kegiatan pemanfaatan atau pembangunan, kecuali
untuk kepentingan penelitian dan pendidikan.
Kedua, zona
konservasi, yakni wilayah yang didalamnya diperbolehkan adanya kegiatan
pembangunan, tetapi dengan intensitas (tingkat) yang terbatas dan sangat
terkendali, misalnya wisata alam (ecotourism), perikanan tangkap dan
budidaya yang ramah lingkungan (responsible fishheries), serta
pengusahaan hutan bakau secara lestari. Zona konservasi bersama preservasi
berfungsi memelihara berbagai proses penunjang kehidupan dan sumber
keanekaragaman hayati, seperti siklus hidrologi dan unsur hara, dan membersihkan
limbah secara alamiah. Luas zona preservasi dan konservasi yang optimal dalam
suatu wilayah bergantung pada kondisi alamnya, biasanya berkisar antara 30
hingga 50 persen dari luas wilayah.
Ketiga, zona
pemanfaatan, yakni wilayah yang karena sifat biologis dan ekologisnya dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang lebih intensif; antara
lain industri, pertambangan, dan perkotaan dengan pemukiman padat. Namun,
kegiatan pembangunan dalam zona pemanfaatan hendaknya harmonis mengikuti
karakteristik ekologis. Misalnya, kegiatan budidaya tambak udang hendaknya
tidak pada lahan pesisir bertekstur pasir atau sangat masam, atau berdekatan
dengan wilayah industri.
1.1.1. Kebijakan
Tata Ruang Kawasan Pesisir
Menurut Soetomo (2005: 8) kebijakan umum
dalam pengaturan kawasan pesisir menyangkut kepada 3 aspek besar kebijakan:
(a) kebijakan konservasi alam;
(b) kebijakan untuk pemanfaatan pantai;
(c) kebijakan untuk menghadapi bencana alam.
Sedangkan kebijakan perencanaan wilayah
pesisir sangat urgen untuk diaplikasikan pada 3 tipe kawasan pantai berikut ini:
1. Daerah
konservasi pantai yang mempunyai pertimbangan nilai konservasi ekosistem yang
tinggi (high value natural conservation) dan memiliki nilai lansekap
(bentang alam) yang indah (scenic landscape).
2. Daerah
yang sebagian dapat dikembangkan untuk kepentingan spesifik yang membutuhkan
potensi pantai (misalnya, pelabuhan, fasilitas perikanan, pariwisata) Daerah
yang perlu dikendalikan karena proses perkembangan perkotaannya (urbanisasi).
Kebijakan
penataan ruang wilayah secara Nasional diatur dalam Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional , maka kebijakan
pemerintah dalam penataan ruang secara Nasional
adalah sebagai berikut yaitu:
Pasal 5 Ayat
1: Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud : Peningkatan
akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan
berhierarki dan peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana
transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan
merata di seluruh wilayah nasional.
Pasal 7 Ayat 1: Kebijakan pengembangan kawasan
lindung sebagaimana dimaksud meliputi: Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian
fungsi lingkungan hidup dan pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang
dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 8 Ayat 1: Kebijakan pengembangan kawasan budi
daya sebagaimana dimaksud: perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan
keterkaitan antar kegiatan budi daya dan pengendalian perkembangan kegiatan
budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan .
Selain kebijakan secara Nasional, pemerintah daerah
juga turut serta dalam pengawasan terhadap penaatan wilayahnya melalui perda
yang diberlakukan yaitu Peraturan Daerah Provinsi Nusa
Tenggara Timur Nomor 01 Tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2010–2030
di tetapkan pemerintah derah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai dasar
penataan ruang dengan kebijakan sebagai berikut: Bab II bagian dua, Kebijakan Penataan ruang,Pasal
5,Kebijakan penataan ruang wilayah Provinsi dan kebijakan secara sektoral yang
diberlakukan pemerintah kota kupang: Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 12/2011 tentang Rencana
Detail Tata Ruang Kota yang diperkuat oleh Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Kupang sesuai Perda Nomor 11/2011, penataan ruang wilayah Kota
Kupang dilakukan dengan pertimbangkan beberapa aspek penting yaitu: Bahwa
wilayah pesisir Kota Kupang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, serta jasa
lingkungan yang berpotensi ekonomi, yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang
peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat pesisir.
Kebijakan–kebijakan lain yang turut mendukung penataan ruang wilayah
dintaranya:Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2013pelimpahan kewenangan pemberian
persetujuan substansi dalam penetapan rancangan peraturan daerah tentang
rencana rinci Tata Ruang Kabupaten/Kota,Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
tentangPenyelenggaraan Penataan Ruang,Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil
dalam rencana zonasi mempertimbangkan :
(i).
Keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan dengan daya dukung ekosistem fungsi pemanfaatan dan fungsi
perlindungan, dimensi ruang dan waktu, dimensi teknologi dan sosial budaya,
serta fungsi pertahanan dan keamanan;
(ii).
Keterpaduan pemanfaatan berbagai sumber
daya, fungsi, estetika lingkungan, dan kualitas lahan pesisir dan;
(iii). Kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan
akses masyarakat dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang
mempunyai fungsi sosial dan ekonomi.
1.1.2. Pemanfaatan
dan Penggunaan Kawasan Pesisir
Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata
ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Program pemanfaatan ruang disusun berdasarkan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan oleh masing-masing pemangku
kepentingan sesuai dengan kewenangannya. Dalam penyusunan dan pelaksanaan
program masing-masing pemangku kepentingan tetap harus melakukan koordinasi dan
sinkronisasi untuk menciptakan sinergi dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan dalam rencana tata ruang. Koordinasi antar pemangku kepentingan
merupakan satu elemen dasar dalam penyelenggaraan penataan ruang yang efektif
(dalam pencapaian tujuan) dan efisien (dalam pemanfaatan sumber daya), namun
dalam praktiknya hal ini masih sulit untuk diwujudkan.
Dalam rangka pemanfaatan ruang, para
pemangku kepentingan (termasuk masyarakat dan dunia usaha) dituntut untuk
melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang mencakup jenis dan besaran program,
lokasi pembangunan, serta pembagian peran dan tanggung jawab termasuk
pembagian/sharing pembiayaan. Dalam pembangunan infrastruktur jalan
misalnya, perlu dikoordinasikan dengan sektor-sektor yang akan memanfaatkan
jalan, sehingga jaringan jalan yang dibangun dapat memberikan manfaat yang jauh
lebih besar daripada sekedar menghubungkan dua titik. Selain masalah koordinasi, permasalahan yang
berkaitan dengan konsistensi dalam menjadikan rencana tata ruang sebagai acuan
pembangunan juga masih banyak dijumpai. Dalam beberapa kasus dapat kita lihat
rencana tata ruang justru dikorbankan ketika terdapat keinginan untuk
melaksanakan pembangunan yang sebenarnya tidak sesuai dengan rencana tata ruang
yang berlaku. Minat investasi seringkali justru dipandang sebagai dasar untuk
merubah/merevisi rencana tata ruang. Akibatnya rencana tata ruang tidak lagi
berfungsi untuk mengarahkan lokasi investasi, tetapi sebaliknya menjadi piranti
yang dapat disesuaikan sebagai pembenaran bagi kegiatan investasi. Tidak dapat
dipungkiri bahwa peran masyarakat dan dunia usaha merupakan faktor penting
dalam pemanfaatan ruang mengingat keterbatasan pembiayaan yang dimiliki
pemerintah. Namun hal ini tidak dapat dijadikan pembenaran untuk melakukan
perubahan rencana tata ruang. Sebaliknya, dalam rangka perwujudan rencana tata
ruang perlu disusun berbagai perangkat yang dapat mendorong pemanfaatan ruang
agar sesuai dengan rencana tata ruang dan mencegah pemanfaatan ruang yang
menyimpang dari rencana tata ruang atau yang dikenal dengan istilah mekanisme
insentif dan disinsentif.
Penggunaan
lahan merupakan aktivitas dari masyarakat dalam rangka berbagai kegiatan dalam
masyarakat tersebut serta interaksinya secara ruang dan waktu. Dinamika
perubahan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh faktor manusia seperti
pertumbuhan penduduk (jumlah dan distribusinya), pertumbuhan ekonomi dan juga
dipengaruhi oleh faktor fisik seperti topografi, jenis tanah, dan iklim (Skole
dan Tucker dalam Rais, 2004: 157).
Key dan Alder
(1998: 25) membagi penggunaan lahan pesisir menjadi beberapa fungsi yaitu :
1.
Eksploitasi Sumber daya (perikanan,
hutan, gas dan minyak serta
pertambangan).
Sumber daya pesisir yang dapat diperbaharui adalah
eksploitasi primer dalam sektor perikanan komersial, penghidupan, dan rekreasi
perikanan serta industri budidaya air. Sedangkan yang dapat diperbaharui adalah
minyak dan pertambangan.
2. Infrastruktur (transportasi, pelabuhan sungai,
pelabuhan laut, pertahanan, dan program perlindungan garis pantai)
Pembangunan infrastruktur utama di pesisir meliputi
: Pelabuhan sungai dan laut, fasilitas yang mendukung untuk operasional dari
sistem transportasi yang bermacam-macam, jalan dan jembatan serta instalasi
pertahanan.
3.
Pariwisata dan Rekreasi
Berkembangnya
pariwisata merupakan sumber potensial bagi pendapatan negara karena potensi
pariwisata banyak menarik turis untuk berkunjung sehingga dalam pengembangannya
memerlukan faktor-faktor pariwisata yang secara langsung berdampak pada
penggunaan lahan.
4.Konservasi
alam dan Perlindungan Sumber Daya Alam.
Hanya sedikit sumber daya alam di pesisir yang dikembangkan untuk melindungi kawasan pesisir tersebut
(Konservasi area sedikit).
Kegiatan
pembangunan yang banyak dilakukan pada kawasan pesisir menurut Dahuri et al
(2001: 122) adalah
1.
Pembangunan kawasan permukiman.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan
penduduk akan fasilitas tempat tinggal. Namun pengembangan kawasan permukiman
dilakukan hanya dengan mempertimbangkan kepentingan jangka pendek tanpa
memperhatikan kelestarian lingkungan untuk masa mendatang. Dengan adanya
pengembangan kawasan permukiman ini, dampak lain yang mungkin timbul adalah
pencemaran perairan oleh limbah rumah tangga.
2. Industri Kegiatan
Pembangunan kawasan industri di kawasan pesisir pada
dasarnya ditujukan untuk meningkatkan atau memperkokoh program industrialisasi
dalam rangka mengantisipasi pergeseran struktur ekonomi nasional dari dominan primarybased
industri menuju secondary based industri dan tertiary based industri,
menyediakan kawasan industri yang memiliki akses yang baik terhadap bahan baku,
air untuk proses produksi dan pembuangan limbah dan transportasi untuk produksi
maupun bahan baku.
Kawasan industri haruslah mempunyai luas yang cukup
dan diletakan pada zone yang sesuai untuk menghindari lingkungan sekeliling
menjadi buruk. Manajemen bertanggung
jawab seterusnya untuk menjaga hubungan yang sesuai antara kawasan industri
dengan masyarakat sekeliling dan sekaligus melindungi investasi yang telah
dibuat (Hartshorn Truman A, 1980: 390). Dengan makin majunya industrialisasi,
maka pengaruh sampingnya (sideeffect) makin dirasakan; ada yang
langsung, seperti pencemaran air, udara dan ada pula yang tak langsung, seperti
banjir yang disebabkan oleh penebangan hutan yang tidak berencana. Gejala ini
mendorong pemikiran mengenai industrialisasi dalam konteks yang lebih luas yang
mencakup juga pemeliharaan lingkungan (Djojodipuro, 1992: 199).
2. Kegiatan
rekreasi dan pariwisata bahari
Hal
ini sekalian bertujuan untuk menciptakan kawasan lindung bagi biota yang hidup
pada ekosistem laut dalam cakupan pesisir.
3. Konversi
hutan menjadi lahan pertambakan tanpa memperhatikan terganggunyafungsi ekologis
hutan mangrove terhadap lingkungan fisik biologis.
Menurut
Suprijanto (2008:295), fungsi kawasan kota pantai adalah sebagai berikut:
a.
Kawasan komersial (perdagangan);
b.
Kawasan budaya, pendidikan dan lingkungan hidup;
c.
Kawasan peninggalan bersejarah;
d.
Kawasan permukiman;
d. Kawasan
wisata (rekreasi);
e. Kawasan
pelabuhan dan transportasi;
f.
Kawasan pertahanan keamanan.
Menururt Salikin (2003:6) bahwa sistem pemanfaatan
lahan yang berkelanjutan merupakan upaya ajakan moral untuk melestarikan
lingkungan sumber daya alam dengan mempertimbangkan 3 aspek sebagai berikut :
1.
Kesadaran lingkungan
Sistem pemanfaatan lahan tidak boleh menyimpang dari
peruntukan lahan dan ekologi lingkungan yang ada. Keseimbangan adalah indikator
adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismenya dikendalikan oleh
hukum alam.
2. Bernilai Ekonomis
Sistem pemanfaatan lahan harus mengacu pada
pertimbangan untung rugi, baik dari diri
sendiri dan orang lain, untuk jangka pendek dan jangka panjang, serta
organisme dalam sistem ekologi maupun di luar sistem ekologi. Motif ekonomi
saja tidak cukup menjadi alasan pembenar (justifikasi) untuk mengeksploitasi
sumber daya lahan secara tidak bertanggungjawab. Namun, dalam jangka panjang
dampak ekonomis dan ekologi yang ditimbulkan sangat merugikan, terutama bagi
generasi yang akan datang.
3. Berwatak Sosial
Sistem pemanfaatan lahan pesisir harus selaras
dengan norma sosial dan budaya yang dianut dan dijunjung tinggi oleh masyarakat
sekitarnya. Sebagai contoh peternakkan itik di pekarangan rumah secara ekonomis
menjanjikan keuntungan yang layak, namun ditinjau dari aspek sosial dapat
memberikan dampak yang kurang baik, seperti pencemaran udara: bau/kotoran/pencemaran
lingkungan.
2.2. PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Berdasarkan kecenderungan dan kemungkinan
perkembangan fungsi pantai dan daerah sekitarnya, secara konseptual usaha
pengembangan dan pola pengendalian lahan pantai dapat dipertimbangkan sebagai
berikut :
1. Pengembangan daerah
pantai secara mengelompok (clustered).
Dalam hal ini pengembangan daerah
pesisir diarahkan ke pedalaman. Dengan konsepsi ini diharapkan permasalahan
yang mungkin dapat ditimbulkan oleh penggunaan lahan pantai secara ekstensif
sepanjang pesisir dapat dibatasi. Demikian juga akibat yang mungkin dapat
ditimbulkan sehubungan dengan gangguan terhadap kelestarian lingkungan hidup
dapat dibatasi dan dialokasikan kearah tertentu yang memungkinkan pengontrolan
yang lebih efektif (Mulyadi, 2005: 107).
2.
Pengembangan secara reklamasi.
Yaitu pengembangan kawasan pantai yang
ditujukan untuk mendapatkan lahan pengembangan baru melalui pengurukan atau
pengeringan. Strategi ini dipilih antara lain karena semakin langkanya
ketersediaan lahan perkotaan untuk mengakomodir pemenuhan kebutuhan fungsi
perkotaan seperti transportasi, drainase, permukiman, fasilitas umum dan
lain-lain. (Suprijanto: 304)
3.
Pengembangan secara revitalisasi.
Yaitu pengembangan kawasan pantai melalui cara
pemugaran, konservasi (pelestarian) lingkungan maupun penataan lingkungan.
Pemilihan strategi ini didasarkan pada kondisi kawasan dimana terdapat area
yang kumuh (slum area)atau
pada kawasan yang berpotensi untuk pengembangan ekonomi, sosial atau budaya
(Suprijanto: 304).
2.3.
KONSEP PEMUKIMAN
Pemukiman
sebagai produk tata ruang mengandung arti tidak sekedar fisik tetapi juga
menyangkut hal-hal kehidupan. Pemukiman pada dasarnya merupakan suatu bagian
wilayah tempat dimana penduduk atau pemukim tinggal, berkiprah dalam kegiatan
kerja dan kegiatan usaha, berhubungan dengan sesama pemukim sebagai suatu
masyarakat serta memenuhi berbagai kegiatan kehidupan. Menurut doxiadis (1974),
pemukiman merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk oleh (5) lima unsur
utama yaitu:
1.
Alam (Nature), lingkungan biotik maupun
abiotik. Pemukiman sakan sangat ditentukan oleh adanya alam, baik sebagai
lingkungan hidup maupun sebagai sumberdaya seperti unsur fisik dasar.
2.
Manusia
(Antopos), pemukiman di pengaruhi
oleh dinamika dan kinerja manusia.
3.
Masyarakat
(society), hakekatnya di bentuk
karena adanya manusia sebagai kelompok masyarakat. As pek-aspek dalam
masyarakat yang mempengaruhi pemukiman antara lain: kepadatan dan komposisi
penduduk, stratifikasi sosial, struktur budaya, perkembangan ekonomi, tingkat
pendidikan, kesejahteraan, kesehatan dan hukum.
4.
Ruang
kehidupan (shell), menyangkut sebagai
unsur di mana manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat
melaksanakan kiprah kehidupanya.
5.
Jaringan
(network), yang menunjang kehidupan kehidupan (jaringan jalan, jaringan air
bersih, jaringan drainase, telekomunikasi, listrik dan sebagainya.
Menurut
Kuswantojo Tjuk dan Suparti AS (1997), konsep pemukiman adalah bagian dari
lengkungan hidup di luar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan pedesaan dan
perkotaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan pengidupan. Sedangkanperumahan adalah
kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian
prasarana dan sarana lingkungan.
2.3.1. Karakteristik
Kawasan Permukiman
Dalam penentuan
lokasi permukiman ada
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Diharapkan
dalam penentuan lokasi
tersebut tidak merusak
Universitas Sumatera Utara lingkungan dan tidak ditempatkan pada
lokasi yang merupakan
konservasi,kawasan hutan lindung.
Secara umum dapat
disebutkan bahwa permukiman
memiliki dwifungsi yaitu:
a.
Fungsi pasif, penyediaan sarana/prasarana fisik
b. Fungsi
aktif, penciptaan lingkungan yang sesuai dengan kehendak, aspirasi, adatan tata
cara hidup para
penghuni dengan segala
dinamika perubahannya (Budiharjo, 2004).
Faktor-faktor yang
menjadi pokok dalam
penentuan kawasan permukiman
tersebut adalah (Budiharjo, 2004) :
1.
Alam yang menyangkut tentang :
a.
Pola tata guna lahan
b.
Pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam
c.
Daya dukung lingkungan
d.
Taman, area rekreasi/olah raga
2. Manusia, menyangkut tentang :
a. Pemenuhan kebutuhan fisik/fisiologis
b. Penciptaan rasa aman dan terlindungi
c. Rasa memiliki lingkungan
d. Tata nilai, estetika
3.
Masyarakat menyangkut tentang :
a. Peran serta penduduk
b. Aspek hukum
c. Pola kebudayaan
d. Aspek sosial ekonomi
e. Kependudukan
4. Wadah/sarana kegiatan, menyangkut tentang :
a. Perumahan
b. Pelayanan umum; puskesmas, sekolah
c. Fasilitas umum; toko, pasar, gedung pertemuan
5. Jaringan prasarana, menyangkut tentang :
a. Utilitas : air, listrik, gas, air kotor
b. Transportasi : darat, laut, udara
c. Komunikasi
2.3.2.
Faktor Pemilihan Lokasi Permukiman
Berdasarkan sumber
berbagai literatur ada
beberapa faktor dalam pemilihan lokasi permukiman yang
dapat dikelompokan menjadi
faktor fisik/alam, faktor aksesibilitas, faktor sosial ekonomi,
faktor sarana prasarana, serta faktor lingkungan.
1. Faktor Fisik
Yang termasuk
dalam faktor fisik
dalam pemilihan lokasi
adalah kondisi tropografi, hidrologi, kemiringan, ketinggian tanah,
tingkat curah hujan, jenis tanah, lokasi
merupakan daerah yang
bebas banjir. Kemiringan
tanah /kelerengan lebih
banyak berpengaruh terhadap pemilihan lokasi, semakin landai lahan akan semakin
banyak ragam aktivitas. Kemiringan tanah/lereng juga terkadang dapat
menunjukkan kelas dan status penghuni secara sosial ekonomi (Pacione,1995). Hal
ini disebabkan karena besarnya biaya
kontruksi untuk membangun
pada daerah yang
mempunyai kelerengan yang besar.
a.
Kondisi topografi
Menurut Sampurno
(2001), kesesuaian penggunaan
lahan untuk permukiman disarankan
dengan kemiringan lereng 0% sampai dengan 15%, kemiringan yang > 40%
merupakan daerah yang curam tidak cocok untuk permukiman.
b.
Jenis tanah
Jenis
tanah sangat berkaitan dengan kepekaan terhadap erosi. Ada beberapa jenis tanah
yang mempunyai tingkat kepekaan yang relatif tinggi terhadap erosi yaitu regosol, organosol, litosol, dan renzina.
Kepekaan terhadap erosi ini akan semakin rawan apabila berada pada kemiringan
relatif curam, karena akan menyebabkan aliran
air semakin deras
sehingga daya angkut
air pun semakin
tinggi. Kondisi jenis tanah
dan kemampuan daya
dukungtanah juga berpengaruh
terhadap bangunan diatasnya, maka sebaiknya
bangunan dibangun pada
lokasi yang memiliki daya kerja
yang baik (Astuti, 2006).
c.
Curah hujan
Curah hujan
menjadi salah satu
faktor yang harus
dipertimbangkan dalam penentuan
lokasi, karena hal ini akan berpengaruh
kepadajumlah kandungan air tanah. Curah hujan juga dapat menjadi
kendala bila dalam jumlah besar
berupa bencana banjir, erosi
dan longsor apabila
karakteristik lahan tidak
dapat menampung dan menyalurkan air hujan tersebut.
d.
Ketinggian lahan
Faktor ketinggian
lahan untuk kawasan
permukiman tidak ada
ketentuan yang mensyaratkan sepanjang
tidak menganggu keseimbangan
lingkungan (Sugiharto, 2001). Sudah sejak lama manusia tinggal dan bermukim
diketinggian lebih dari 2000
meter, namun untuk
mempertimbangkan keseimbangan
lingkungan dan menjaga
kawasan di bawahnya
maka diperlukan pembatasan ketinggian untuk kegiatan
permukiman. Kawasan yang dimaksud
sebagai pembatas ketinggian
untuk kegiatan permukiman adalah
kawasan hutan lindung
yang dapat berupa
hutan dengan ketentuan menurut
Keppres No. 32 Tahun 1990 memiliki kemiringan lereng lebih dari 40% atau
memiliki ketinggian lebih dari 2000 meter di atas permukaan laut. Kawasan di
luar hutan lindung
ini adalah kawasan
budidaya yang diasumsikan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
pertanian dan permukiman.
2.
Aksesibilitas
Faktor aksesibilitas
dapat menentukan nilai
kestrategisan lokasi, karena menyangkut kemudahan
pencapaian lokasi tersebut
dari berbagai tempat (Golany, 2000). Sub faktor yang
menjadi indikator adalah :
a.
Kedekatan lokasi dengan jaringan transportasi
b.
Kedekatan lokasi dengan pusat perkotaan.
Daya hubungan
atau aksesibilitas yang
baik merupakan salah
satu faktor penting dalam
pemilihanlokasi permukiman, karena
akan mempermudah mobilisasi dari satu kawasan ke kawasan
lainnya (Wilson et al,1977; Srour et al, 2003). Daya hubung yang
baik diindikasikan antara
lain dengan ketersediaan
angkutan umum, ketersediaan
jaringan jalan. Idealnya aksesibilitas yang baik pada suatu lokasi diukur
berdasarkan seberapa baik jaringan transportasi pada lokasi tersebut dapat
terhubung dengan pusat-pusat kegiatan lainnya.
Aksesibilitas
adalah suatu ukuran kenyamanan dan kemudahan mengenai data lokasi tata
guna lahan berinteraksi
satu sama lain
dan mudah atau
susahnya lokasi tersebut dicapai
melalui sistem jarinagan transportasi ( Najid, 2005).
3.
Faktor Sosial Ekonomi
Faktor ekonomi
social dapat dikatakan
menjadi pertimbangan awal
dalam menetapkan keputusan perlunya
pembangunan dalam suatu
kegiatan, karena sangat berkaitan dengan
mekanisme pasar yaitu penyediaan pelayanan
terhadap timbulnya permintaan
(Golany , 2000). Harga lahan dan
pajak lahan merupakan
salah satu variabel
yang mempengaruhi dalam menentukan
lokasi. Harga lahan
tersebut dapat menunjukan pengklasifikasian masyarakat
yang dikelompokan menjadi
kelas rendah, menengah rendah, menengah
atas dan sangat
atas. Harga lahan
juga berhubungan dengan kualitas lingkungan dalam pemilihan
lokasi (Srour et al, 2003).
4. Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Dalam
menentukan lokasi permukiman perlu
dipertimbangkan faktor
ketersediaan sarana dan
prasarana, karena keberadaannya
dapat mengakibatkan berkembangnya
suatu wilayah permukiman (Harmato, 1993). Sarana-prasarana yang
dipertimbangkan diantaranya adalah
jaringan listrik, jaringan
air bersih, drainase, sekolah, sarana
kesehatan, dan sarana
pendukunng lainnya. Ketersediaan
air bersih merupakan salah
satu faktor pertimbangan
dalam penentuan dan
pemilihan lokasi permukiman, hal
ini disebabkan karena
air bersih merupakan
salah satu kebutuhan utama manusia untuk kebutuhan hidup
sehari-hari (Vernon, 1985). Faktor
daya dukung sarana
dan prasarana ini
juga oleh pemerintah
daerah sering digunakan untuk menjual daya tarik daerahnya (Sugiharto,
2001). Lebih lanjut disebutkan sub faktor yang menjadi indikator diantaranya
adalah :
a. Kedekatan
lokasi dengan jaringan
pembungan limbah atau
kemudahan lokasi membuang
limbahnya ke tempat pembungan terakhir.
b. Ketersediaan pasokan energi, terutama
energi listrik
c. Ketersediaan fasilitas sosial setempat
seperti rumah sakit, sarana pendidikan dan lainnya.
5.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan
juga sangat mempengaruhi
mutu lingkungan dari
aspek kenyamanan. Faktor lingkungan
terutama untuk masyarakat kelas
atas faktor ini menjadi
salah satu faktor
utama. Sub faktor
yang menjadi indikator
dari faktor ini adalah potensi lansekap; tingkat polusi
udara, air dan suara; kondisi flora dan fauna setempat; lokasi-lokasi historis
dan objek wisata (Golany, 2000).
2.4.KAWASAN PERUNTUKKAN PERDAGANGAN DAN
JASA
Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa memiliki fungsi
untuk Memfasilitasi kegiatan transaksi perdagangan dan jasa antar masyarakat
yang membutuhkan (sisi permintaan) dan masyarakat yang menjual jasa (sisi
penawaran). Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa perlu mempertimbangkan
beberapa aspek penting sebagai berikut:
a)
Kriteria Umum dan Kaidah Perencanaan
Peletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana
pendukung di sesuaikan dengan kebutuhan konsumen dan jenis-jenis bangunan yang
di perbolehkan antara lain: 1). Bangunan usaha perdagangan (eceran dan grosir); pertokoan, warung dan sebagainya; 2). Bangunan
penginapan: hotel, guest house, motel, dan penginapan lainnya; 3). Bangunan
penyimpanan dan pergudangan: tempat parkir, gudang; 4). Bangunan tempat
pertemuan: aula, tempat konferensi; 5). Bangunan pariwisata/rekreasi (diruang
tertutup): bioskop, dan area bermain.
b)
Karakteristik lokasi dan kesesuaian
lahan
1)
Tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam;
2) Lokasinya strategis dan mudah dicapai dari seluruh penjuru kota;
3) Dilengkapi dengan sarana antara lain tempat parkir umum, bank/ATM, pos polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat ibadah, dan sarana penunjang kegiatan komersial serta kegiatan pengunjung;
2) Lokasinya strategis dan mudah dicapai dari seluruh penjuru kota;
3) Dilengkapi dengan sarana antara lain tempat parkir umum, bank/ATM, pos polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat ibadah, dan sarana penunjang kegiatan komersial serta kegiatan pengunjung;
4) Terdiri dari perdagangan lokal,
regional, dan antar regional.
c) Kriteria dan batasan teknis:
1) Pembangunan hunian diijinkan hanya jika bangunan
komersial telah berada pada persil atau merupakan bagian dari Izin Mendirikan
Bangunan (IMB);
2) Penggunaan hunian dan parkir hunian dilarang pada
lantai dasar di bagian depan dari perpetakan, kecuali untuk zona-zona tertentu;
3) Perletakan bangunan dan
ketersediaan sarana dan prasarana pendukung disesuaikan dengan kelas konsumen yang akan dilayani;
2.5.PENELITIAN
TERDAHULU
Beberapa penelitian yang telah dilakukan
menyangkut pemanfaatan dan pengembangan
kawasan pesisir dapat di lihat
pada Tabel.
Tabel
2.1
Penelitian Terdahulu
No
|
Peneliti / Tahun
|
Judul
|
Aspek yang diteliti
|
1
|
Johannes Bell
(2007)
|
Faktor-Faktor
Bermukim Masyarakat Pada Kawasan Sempadan Pantai di Kota Kupang
|
Faktor-faktor
bermukim masyarakat
pada kawasan
sempadan pantai di Kota Kupang
|
2
|
Dzati Utomo
(2004)
|
Evaluasi
Kebijakan Pemanfaatan
Lahan Kawasan Pesisir Kota Tegal
|
Faktor-faktor
penyebab perubahan dan pergeseran pemanfaatan lahan.
|
3
|
Ari Kristina
(2003)
|
Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Jenis Penggunaan Lahan Pesisir Semarang.
|
Faktor-faktor
demand dan supply pada penggunaan lahan pesisir.
|
4
|
Paula Issabel Baun (2008 )
|
Kajian pengembangan
Pemanfaatan ruang terbangun
Di kawasan
pesisir kota kupang
|
Aspek-aspekyang
mempunyai peran penting dalam mengkaji pengembangan pemanfaatan ruang
terbangun dikawasan pesisir Kota Kupang
|
Sumber: ulasan peneliti
2.6. KEASLIAN PENELITIAN
Beberapa
hal yang berkaitan dengan keaslian penelitian ini adalah:
1. Topik:Analisis Pemanfaatan Dan Pengembangan Kawasan Pesisi Kelapa Lima Kota
Kupang.
2. Lokasi : Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang Propinsi
Nusa Tenggara Timur dengan unit analisisKelurahan Kelapa Lima yang tepat berada
pada kawasan pesisir.
3. Metode :Deskriptif Kualitatif.
Penelitian
yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan mempunyai topik dan aspek
lokasi yang hampir sama yaitu kawasan pesisir kota. Namun perbedaan mendasar
dengan penelitian yang akan dilakukan adalah menyangkut pemanfaatan dan
pengembangan kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang dalam hal
pemukiman perdagangan dan jasa .
METODE PENELITIAN
1.1.LOKASI
PENELITIAN
Yang
menjadi lokasi tempat penelitian ini adalah daerah pesisir pantai Kelurahan
Kelapa Lima Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Alasan penentuan tempat
penelitian ini adalah karena dengan adanya perkembangan sosial ekonomi pada
kawasan pesisir kelurahan kelapa lima kota kupang yang semakin meningkat tentu
akan berpengaruh terhadap pemanfaatan dan pengembangan kawasan yang ada, dalam
hal ini kawasan pemukiman, perdagangan dan jasa.
1.2. JENIS
PENELITIAN
Penelitian
ini dilakukan untuk mendeskripsikan fenomena yang berkaitan dengan pemanfaatan
dan pengembangan dikawasan pesisir Kota Kupang dalam hal pemukiman, perdagangan dan jasa. oleh
karena itu penelitian ini dilakukan peneliti dengan menggunakan metode
Deskriptif Kualitatif, artinya penenelitian ini dilakukan untuk memahami
nilai-nilai variabel tanpa membuat suatu perbandingan dan untuk memahami
fenomena sosial, berupa serangkaian kegiatan atau upaya menjaring informasi
secara mendalam dari pemanfaatan dan pengembangan kawasan pesisir Kelurahan
Kelapa Lima dalam hal pemukiman perdagangan dan jasa, kemudian dihubungkan
dengan pemecahan masalah, dari sudut pandang teoritis maupun empiris.
1.3.SUBJEK
DAN INFORMEN PENELITIAN
1.3.1. Subjek
Subjek merupakan sasaran dan sumber
pendukung kevalitan penelitian ini
yaitu:
a. Dokumen
Dokumen dalam penelitian ini adalah data
kebijakan maupun undang-undang yang berkaitan dengan arah pengembangan kawasan
pesisir.
b. Situasi
Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi pada kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota
Kupang dalam hal pemukiman perdagangan dan jasa.
c. Stakeholders
Stakeholders
atau pelaku-pelaku yang memiliki kepentingan pada kawasan pesisir diantaranya
Masyarakat, Pemerintahan maupun pihak Suasta.
1.3.2. Informen
Kunci
a. Informan Kunci
Yaitu mereka yang mengetahui dan
memahami tentang informasi pokok dalam lokasi penelitian. Adapun kriteria
informan kunci yaitu:
1. Yaitu mereka yang menguasai atau memahami masalah yang di teliti;
2. Mereka
yang sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang sedang di teliti;
3. Mereka
yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi;
4. Mereka
yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil kemasannya sendiri.
b. Informen
Tambahan
Informen tambahan dalam penelitian ini
adalah masyarakat yang ada pada kawsan pesisir Kelurahan Kelapa Lima dengan
berbagai kepentingan dan aktifitasnya.
1.4.TEKNIK
PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan
data dilakukan melalui :
1.4.1.
Observasi
Yaitu peneliti melakukan
pengamatan terhadap fenomena yang terjadi dalam aktifitas keseharian masyarakat.
1.4.2.
Wawancara mendalam
Yaitu dilakukan pada pemerintah tokoh masyarakat dan
masyarakat yang akan ditentukan untuk memperoleh secara mendalam berbagai
informasi yang berkaitan dengan penelitian.
1.4.3.
Studi kepustakaan
Yaitu
mengacu pada teori-teori, literatur dan regulasi-regulasi yang mendukung
penulisan ini.
1.4.4.
Dokumentasi
Yaitu
mengabadikan gambar-gambar dan dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.
1.5.PENGOLAHAN
DATA
Berdasarkan data yang dikumpulkan maka
dapat diolah sebagai berikut :
3.5.1.
Editing yaitu memeriksa dan meneliti data yang diperoleh dari lapangan.
3.5.2.Coding
yaitu menyusun secara teratur dan sistematis
semua data yang diperoleh dari lapangan.
1.6.TEKNIK ANALISIS
DATA
1.6.1.
Sebelum Memasuki Lapangan Penelitian
Dilakukan
dengan menelaah dari berbagai sumber yang berkaitan dengan fokus penelitian
untuk memperoleh pemahaman secara mendalam terhadap fokus penelitian melalui,
observasi atau pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Moleong (1988: 247).
1.6.2.
Setelah Memasuki Lapangan Penelitian
Menurut
Miles dan Haberman (1992: 16) hal penting dalam analisis kualitatif terdiri dari tiga alur
kegiatan yaitu reduksi data, display
data dan verivikasi atau kesimpulan dan dalam Maleong (2008) mengatakan bahwa
teknik analisis data dalam penelitian kualitatif sebagai berikut:
1. Reduksi
data
Data reduksi dilakukan untuk
menyeleksi data-data yang telah terkumpul.
2. Display/menyajikan data
Dilakukan untuk menguraikan
hubungan antar kategori dalam data
penelitian.
3. Verivikasi
Data/Kesimpulan
Uji keabsahan data dalam penelitian, sering ditekankan pada uji
validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama terhadap data hasil penelitian
adalah falid, realiable, dan obyektif. Berkenaan dengan hal tersebut maka dalam
penelitian ini, uji keabsahan data meliputi:
a. Standara Kredibilitas dengan cara:
1) Memperpanjang
peneliti dilapangan (perpanjang pengamatan), hal ini di maksudkan, peneliti
kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara dengan sumber data yang
pernah ditemui maupun yang baru untuk mendapatkan data yang benar-benar
objektif, dan perpanjangan pengamatan ini dilakukan akan sangat tergantung pada
kedalaman, keluasan dan kepastian data,
2) Melakukan
observasi terus menerus dengan sungguh-sungguh
sehingga peneliti bisa memahami fenomena yang ada secara sungguh-sungguh
(meningkatkan ketekunan),
3) Melakukan
trianggulasi, dimaksudkan untuk mengecek data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara dan berbagai waktu (trianggulasi sumber, trianggulasi teknik dan
waktu),
4) Melibatkan
teman sejawat, hal ini dimaksudkan untuk membantu peneliti memahami dan
menganalisis data yang diperoleh dari sumber data,
5) Melakukan
kajian negatif, berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan
bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang
berbeda atau bertentangan dengan temuan berarti data yang telah ditemukan sudah
dapat dipercaya,
6) Melacak
kesesuaian dan kelengkapan hasil analisis, tujuanya adalah untuk mengetahui
seberapa jauh data yang diperoleh sesui dengan apa yang diberikan oleh pemberi
data, apabila data yang ditemukan disepakati oleh sumber data berarti data tersebut valid, sehingga semakin
kredibel, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai
penafsiran tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan
diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam maka peneliti harus
merubah temuan dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi
data.
b. Standar
Transferabilitas: standar yang di nilai oleh pembaca laporan. Hasil penelitian
di anggap memiliki transferabilitas tinggi bila pembaca laporan memperoleh
pemahaman yang jelas tentang fokus dan isi penelitian. Hasil penelitian dapat diterapkan pada tempat lain.
c. Standar
Depedendabilitas (reliabilitas): adanya pengecakan atau penilaian ketepatan
peneliti dalam mengkonseptualisasikan data secara konsisten. Konsistensi
peneliti dalam keseluruhan proses penelitian menyebabkan penelitian di anggap mempunyai depedendabilitas tinggi.
Standar depedendabilitas dalam
penelitian ini dapat dilakukan oleh pembimbing untuk mengaudit keseluruhan
aktifitas peneliti dalam melakukan penelitian.
d. Standar
Konfirmabilitas (obyektifitas): lebih berfokus pada pemeriksaan dan pengecekan
kualitas hasil penelitian (apakah
benar hasil penelitian di dapat dari
lapangan). Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang
dilakukan, maka penelitian ini telah memenuhi standar konfirmabilitas.
1.7.KERANGKA PIKIR
Kerangka
berpikir merupakan model konseptual mengenai bagaimana teori berhubungan dengan
berbagai faktor yang telah teridentifikasi sebagai masalah yang penting.
Kerangka berpikir ini akan menjelaskan secara teoritis hubungan antar variabel
yang akan diteliti dan juga sebagai penjelasan sementara terhadap gejala yang
menjadi objek permasalahan yang dapat
kita lihat pada Bagan 3.1. dibawah ini:
Bagan 3.1. (MAAF GBR TDK DIMUAT)
KERANGKA PIKIR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar