Senin, 13 Oktober 2014

SKRIPSI

ANALISIS PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR KELURAHAN KELAPA LIMA KOTA KUPANG
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar: Sarjana Ekonomi











OLEH

BENYAMIN YOHANIS LETTI
NIM: 1020101003



PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PGRI NTT
                                                                      KUPANG
                                                                         2014




LEMBAR  PERSETUJUAN

JUDUL:                             ANALISIS PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN  PESISIR  KELURAHAN KELAPA LIMA KOTA KUPANG
NAMA                           :  BENYAMIN Y LETTI
NIM                               :  1020101003
PROGRAM STUDI      :  EKONOMI PEMBANGUNAN

Skripsi ini telah disetujui untukdipertahankan diuji oleh Dewan Pengujipada:
Sabtu 26 Juli 2014.







LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL                              : ANALISIS PEMANFAATAN DANPENGEMBANGAN KAWASAN  PESISIR  KELURAHAN KELAPA LIMA KOTA KUPANG
NAMA                            :   BENYAMIN YOHANIS LETTI
NIM                                :   1020101003
PROGRAM STUDI      : EKONOMI PEMBANGUNAN

Skripsi ini telah diterima oleh Panitia  Ujian Sarjana  Fakultas Ekonomi Universitas PGRI  NusaTenggara Timur, dalam ujian skripsi yang diselenggarakan pada:
Hari/Tanggal               :Sabtu 26 Juli 2014
Tempat                        :Kantor Fakultas Ekonomi Universitas PGRI  NTT
Dinyatakan                  :LULUS
Dewan Penguji             :1. Jonathan Pering, S.E., M.Si.
                                     2. Drs. F. Bolang, M.Si.
                                     3.YonathanAgu Ate, M.Si.









PERSEMBAHAN

Tulisan iniku persembahkan kepada:
1.      Yang Maha Esa Tuhan Yesus KristusSang Pemberi Hidup dan Sumber Hikmatku Yang Abadi
2.      Kedua orang tuaku tercinta Bapak Wellem Letti dan Ibu Margeritha Maure,S.Pd.
3.       Kakaku tersayang: Yuni Yati  Letti, SE, Semi Yati Letti,  dan Vicktor AmosLetti, SH.
4.       Adikku tersayang: Ruth Marisa Letti
5.      Teman-teman Pemuda Gereja Pniel Oebobo
6.      Teman-teman Pemuda Wilayah Pelayanan Jemaat Rayon 8 Pniel Oebobo
7.      Teman-teman Theam KUMAN ( DQnetkaossablon): K DQ, K Jho, Thaen

















MOTTO

KARENA TUHANLAH YANG MEMBERIKAN HIKMAT, DARI MULUTNYA DATANG PENGETAHUAN DANKEPANDAIAN

                        (AMSAL 2:6)














KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan hikmat yang  dianugerahkan sehingga penulisdapat merampungkan tulisan ini dengan judul “Analisis Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang” dapat penulis selesaikan.
 Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.  Bapak Dekan dan Bapak-Bapak Pembantu Dekan Fekultas Ekonomi
2. BapakDaud Amarato,D.M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan
3. Bapak Lende Dangga, SE.MM, selaku Dosen Penasehat
4. Bapak Drs.Fredrik Bollang, MSi, selaku Pembimbing I
5. Bapak Yonatan B Agu Ate,S.Sos.MSi, selaku Pembimbing II, yang dengan segala kemampuannya membimbing penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.
6.  Bapak/Ibu Dosen Pemngampuh/Pengasuh Mata Kulia pada Fakultas Ekonomi PGRI
7.Bapak Walikota Kupang, Kepala Badan KESBANGPOL Kota Kupang, Bapak Camat Kelapa Lima,Ibu Lurah Kelapa Lima beserta seluruh Aparat Kelurahan Kelapa Lima.
8. Kawan-kawan Angkatan 2010: Jambres, Yero, Yafet, Ahmad, Ady, Ferdy, Roy, Gustaf, Pak Simon, Lisa, Doly, Maya, Roly, Marten, IbuLedy, Selvy.
Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini, Penulis mengucapkan terima kasih.
Akhir kata, penulis mohon maaf bila terdapat kekurangan dalam  penyusunan tulisan ini. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk hasil yang lebih  baik di kemudian hari. Semoga tulisan ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi semua pihak yang membaca dan Pemerintah Kota KupangdalamPenataan Kawasan PesisirKelurahanKelapa LimaKota Kupang yang berkelanjutan.

      Kupang, Juli 2014
    Penulis












DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL i
LEMBARAN PERSETUJUAN ii
LEMBARAN PENGESAHAN iii
PERSEMBAHAN iv
MOTTO v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR BAGAN xi
ABSTRAK xii
BAB I             PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Fokus Penelitian 4
1.3. Rumusan Masalah 4
1.4. Tujuan Penelitian 4
1.5. Kegunaan Penelitian 5
BAB II                        TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1. Konsep Penataan Ruang Wilayah Pesisir 6
2.2. Pengembangan Kawasan Pesisir 18
2.3. Konsep Pemukiman 19
2.4. Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa 26
BAB III          METODE PENELITIAN 29
3.1. Lokasi Penelitian 29
3.2. Jenis Penelitian 29
3.3. Subjek dan Informan Penelitian 29
3.4. Teknik Pengumpulan Data 31
3.5. Pengolahan Data 31
3.6. Teknik Analisis Data 31
3.7. Kerangka Pikir 34
BAB IV          GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 36
4.1. Sejarah Kelurahan Kelapa Lima 36
4.2. Letak Wilayah 36
4.3. Keadaan Penduduk 36
4.4. Sarana Prasarana 37
4.5. Kerakteristik Informan 42
BAB V            HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 47
5.1. PemanfaatandanPengembanganKawasanPemukiman 47
5.2.PemanfaatandanPengembangankawasan Perdagangan dan Jasa 57
BAB VI          PENUTUP 66
6.1. Kesimpulan 66
6.2. Saran 67
DAFTAR  PUSTAKA 69
LAMPIRAN 70













DAFTAR TABEL


Tabel 3.1. Penelitian Terdahulu27
Tabel 4.1. Sarana Pendidikan37
Tabel 4.2. Sarana Peribadatan39
Tabel 4.3. Prasarana Lingkungan40
Tabel 5.1. Pola dan Pengembangan Pemukiman 54
Tabel 5.2. Pemanfaatan dan Pengembangan Perdagangan dan Jasa64



















DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Penyebaran Sarana Prasarana Pada Kawasan Pemukiman42
Gambar 5.1. Penyebaran Pemukiman Pada Kawasan Berlereng53
Gambar 5.2. Penyebaran Pemukiman Pada Kawasan Sempadan Pantai56
Gambar 5.3. Aktifitas Perdagangan dan Jasa Pada Kawasan Berlereng61
Gambar 5.4. Aktifitas Perdagangan dan Jasa Pada Kawasan Datar Bergelombang62
Gambar 5.5. Aktifitas Perdagangan dan Jasa Pada Kawasan Sempadan Pantai63


DAFTAR BAGAN


Bagan 3.1. Kerangka Pikir35














                                                              ABSTRAK

Benyamin Yohanis Letti, Sabtu 26 Juli 2014,Pemanfaatan Dan Pengembangan Kawasan Pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang, Pembimbing I:Drs.Fredrik Bollang, M.Si. Pembimbing II: Yonatan B Agu Ate,S.Sos.M.Si.
            Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan dan pengembangan kawasan pesisir dalam hal pemukiman, perdagangan dan jasa padaKelurahan Kelapa Lima Kota Kupang.
Pendekatan yang digunakan dalampenelitianiniadalah pendekatan kualitatifdenganmenggunakaninformansebagai unit analisismenggunakanteknikpengumpulan data melalui  wawancara  mendalam,  observasi  dan  studi  dokumen.  Analisis  yangdigunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.
Temuan dalam penelitian ini adalah 1) BentukpemanfaatankawasanpemukimanpadaKelurahanKelapa Lima yaitupermukiman/hunianberupabentukhunianpermanendan nonpermanent, saranabagimasyarakatberupaGedungSekolah, TempatPeribadatanberupa Masjid danGerejadanPosyandu, PrasaranadasarberupaJalan, Sanitasi, Drainase, Bakpenampungan Air danTempatSampah. 2) Bentukpemanfaatanlainnyayaitu  Kos-kosandanKios, MeubeldanBengkel. 3) PemanfaatankawasanpemukimanpadaKelurahanKelapa Limaberkembangdenganpolapemanfaatansecara radial (menyebar) dan linear (sejajar) dengandipengaruhiolehkarakteristikkawasanberlereng, dataranberlandai.4)Pemanfaatan kawasan pesisir pada Kelurahan Kelapa Lima dalam hal perdagangan dan jasa terbentuk pada kerakteristik kawasan dataran berlandai dan kawasan sempadan pantai. 5) Bentuk aktifitas perdagangan dan jasa diantaranya: Hotel, Restaurant, Wisma, Losmen, Kos-kosan, Mini Market,Kios, PT/CV, Sentra PKL dan lain sebagainya denganbentuk  bangunan yang beragam.Pola penyebaranaktivitas perdagangan dan jasa tersebut terbentuk dengan pola radial (tersebar)dan linear (sejajar). Disarankan kepada Pemerintah Kota Kupang terutama Dinas Perumahan dan Tata ruang Kota Kupang agar pemanfaatan kawasan perlu memperhatikan daya dukung lingkungan dan antisipasi terhadap dampak yang timbul melalui penguatan kebijakan dan pengawasan terhadap penyebaran pembangunan kawasan pemukiman, perdagangan dan jasa.
Kata Kunci:Kawasan Pesisir,Pemanfaatan, Pengembangan,




                                                               BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  LATAR BELAKANG
Penataan ruang adalah suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Tata ruang kawasan pesisir adalah wujud susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan sarana prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosialekonomi masyarakat yang memiliki hubungan fungsional dengan peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Penataan ruang wilayah pesisir mengacu pada aspek keamanan, kenyamanan, serta produktifitas pembangunan yang bermanfaat secara luas bagi semua lapisan masyarakat. Penataan ruang memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan pembangunan demi terwujudnya pembangunan berkelanjutan dalam bentuk kontribusi nyata dalam pengembangan wilayah.
Penggunaan kawasan pesisir pada hakekatnya disesuaikan dengan kemampuan lingkungan dalam menyediakan sumber daya (carrying capacity) Menurut Duhari et al (2001:122) pembangunan pada kawasan pesisir adalah pembangunan kawasan pemukiman, industri, rekreasi dan pariwisata bahari dan konservasi hutan. Selain itu banyak juga kegiatan pembangunan kawasan pesisir yang diarahkan pada kegiatan komersial atau perdagangan, peninggalan bersejarah, kawasan pelabuhan, transportasi dan  kawasan pertahanan keamanan. Setiap wilayah memiliki konsep tata ruang yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan terhadap kondisi fisik wilayah, permasalahan, potensi dan peluang pengembangan wilayah yang dapat mendorong  pencapaian  pengembangan tata ruang yang berkelanjutan.
Campur tangan pemerintah dalam kegiatan pengembangan suatu wilayah adalah keharusan dan memeiliki peran sentral, akan tetapi masyarakat perlu diikutsertakan agar terdapat keterpaduan dalam suatu kegiatan pengembangan wilayah yang lebih terarah sesuai arah penataan ruang wilayah. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan harus memainkan peranan penting dalam penataan ruang wilayah melalui regulasi kebijakan baik, ditingkat nasional maupun daerah sebagai dasar penataan dan pemanfaatan ruang  wilayah.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang  Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kebijakan pemerintah dalam penataan ruang secara nasional diarahkan padakebijakan pengembangan struktur ruang, pola ruang dan fungsi pengembangan kawasan, pemeliharaan kelestarian fungsi lingkungan hidup melalui proses penataan ruang yang teratur untuk mencegah dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Menyikapi arah kebijakan penataan ruang secara nasional yang mengarah pada suatu tindakan operasional maka dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kemudian di tindaklanjut oleh Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur  melalui Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur  Nomor 01 tahun 2011 Tentang Tata Ruang Wilayah tahun 2010-2030, bahwa dalam kegiatan pemanfaatan dan pengembangan yang dilakukan pada kawasan pesisir perlu memperhatikan prioritas kawasan dan pengembangan sistem pusat kegiatan ekonomi di sekitar pesisir serta pemeliharaan kawasan lindung yang berfungsi memelihara kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan serta penataan pembangunan  dengan  memperhatikan jarak ideal bangunan maupun pemukiman penduduk pesisir dengan garis sepadan pantai  minimal  200 meter hingga lebih dari 500 meter sabagai antisipasi terhadap  ancaman degradasi lingkungan pada  Kelurahan  Kelapa Lima Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang (Hasil penelitian Univercity of Mercu Buana  Jakarta, Tahun 2005-2011 di Kelurahan Kelapa Lima. posted by Adipandang Yudono March 20, 2013).
Kemudian, mengacu pada regulasi di atas dan berdasarkan keanekaragaman sumber daya alam, jasa lingkungan potensial yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta untuk mencegah  ketidak sesuaian pemanfaatan wilayah dalam suatu proses pembangunan terutama pada kawasan pesisir, maka Pemerintah Kota Kupang menetapkan dasar penataan ruang yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 12/2011 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota yang diperkuat oleh Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kupang sesuai Perda Nomor 11/2011 mengamanatkan agar pemanfaatan dan pengembangan tata ruang yang ada di kawasan pesisir Kota Kupang harus memperhatikan kemampuan wilayah dalam mendukung kegiatan masyarakat.
Salah satu kawasan pesisir dimaksud adalah kawasan pesisir yang terletak di Kelurahan Kelapa Lima Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Aktivitas dikawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima didominasi oleh permukiman, perdagangan dan jasa, yang mana ketiga hal tersebut secra langsung berkaitan dengan lingkungan sehingga perlu adanya penataan dan peruntukan wilayah yang sesuai kebutuhan masa kini melalui perhatian terhadapat pemanfaatan lingkungan dan perhitungan dayadukung serta sumberdaya yang ada sehingga dampak yang ditimbulkan dari pemanfaatan tersebut dapat diminimalisasi. Pembangunan yang ada perlu memperhatikan sonasi maupun kriteria pemanfaatan wilayah agar dapat mengetahui secara jelas  sonasi peruntukan ruang untuk pemukiman maupun perdagangan dan jasa, sehingga pemanfaatan dan pengembangan yang terjadi tidak saling tumpang tindih sebagai akibat dari pembangunan yang melampaui daya dukung lingkungan. 
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka menjadi sangat penting untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisi Pemanfaatan Dan Pengembangan Kawasan Pesisir Kelurahan Kelapa  Lima Kota Kupang ”
1.2.FOKUS  PENELITIAN
Yang menjadi fokus penelitian ini adalah menyangkut pemanfaatan dan pengembangan kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang dalam hal pemukiman, perdagangan dan jasa. Hal ini menjadi sangat penting karena berkaitan dengan tataguna dan pemanfaatan wilayah untuk pembangunan kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang berkelanjutan.
1.3. RUMUSAN  MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.3.1.      Bagaimana pemanfaatan dan pengembangan kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang dalam hal pemukiman?
1.3.2.      Bagaimana pemanfaatan dan pengembangan kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang dalam hal perdagangan dan jasa?
1.4.TUJUAN  PENELITIAN
Tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1.4.1.      Mengetahui, mendeskripsikan menganalisis dan menginterpretasikan pemanfaatan dan pengembangan kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang dalam hal Pemukiman.
1.4.2.      Mengetahui, mendeskripsikan menganalisis dan menginterpretasikan pemanfaatan dan pengembangan kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang dalam hal Perdagangan dan Jasa.
1.5.  KEGUNAAN  PENELITIAN
1.5.1.      Kegunaan Teoritis
Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi  pengembangan Ilmu Ekonomi Pembangunan, kususnya dalam hal pemanfaatan dan pengembangan potensi kawasan pesisir.
1.5.2.      Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk pemanfaatan dan pengembangan  kawasan  pesisir  Kelurahan  Kelapa  Lima  Kota Kupang dalam hal pemukiman,  perdagangan dan jasa, dan sebagai bahan refrensi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lanjutan mengenai pemanfaatan dan pengembangan Kawasan  Pesisir.
1.5.3.      Kegunaan Pribadi

Penelitian ini diajukan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana.


                                                            BAB II
 TINJAUAN PUSTAKA

1.1.KONSEP PENATAAN RUANG WILAYAH PESISIR
Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.  Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Hal tersebut diatas telah digariskan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Peraturan Pemerintah Nomor. 28 tahun 2008 tentang  Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan ketentuan  Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional atau RTRWN adalah  arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara. Kebijakan pembangunan tersebut diantaranya adalah menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan, mempertahankan dan mendorong peningkatan presentase Ruang Terbuka Hijau (RTH) terhadap kawasan budidaya, mempertahankan kawasan konservasi terutama dikawasan perkotaan, mewujudkan ecocity, serta meningkatkan pengawasan dan pengendalian lingkungan dalam setiap aspek penyelenggaraan konstruksi. Penataan ruang memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan pembangunan demi terwujudnya pembangunan berkelanjutan yaitu dalam bentuk memberikan kontribusi yang nyata dalam pengembangan wilayah yang berkelanjutan, sehingga keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia dapat tercapai.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan ruang mencakup suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Tata ruang atau Land use adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK). Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosialekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Perencanaan tata ruang merupakan metode-metode yang digunakan oleh sektor publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas dalam ruang yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota, perencanaan regional, perencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai tingkat internasional seperti Uni Eropa.
Adapun fungsi dari RTRW adalah:
1.      Acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
2.      Acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah;
3.      Acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah;
4.      Acuan lokasi investasi dalam wilayah yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta;
5.      Pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah;
6.      Dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif,  serta pengenaan sanksi dan;
7.      Acuan dalam administrasi pertanahan.
Menurut Suprihayono (2007: 14) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Pengertian wilayah pesisir menurut Soegiarto (dalam Dahuri, dkk, 2001: 9) yang juga merupakan pengertian wilayah pesisir yang dianut di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dimana wilayah pesisir ke arah darat meliputi daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti pengundulan hutan dan pencemaran. Pengertian wilayah pesisir menurut kesepakatan terakhir internasional adalah merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental shelf) Beatleyet al, (dalam Dahuri, dkk, 2001: 9).
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang batasan wilayah pesisir, kearah daratan mencakup wilayah administrasi daratan dan kearah perairan laut sejauh 12 mil (19.308 km) laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan  kearah perairan kepulauan. Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayalan yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Didaerah pesisir yang landai dengan sungai besar, garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai. Sebaliknya di tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan laut dalam  wilayah  pesisirnya akan sempit.
Secara konsepsional, suatu wilayah tempat pembangunan dialokasikan terdiri atas tiga zona.
Pertama, zona preservasi, yaitu suatu wilayah yang mengandung atribut biologis dan ekologis yang sangat vital bagi kelangsungan hidup ekosistem dan seluruh komponennya meliputi biota (organisme), termasuk kehidupan manusia, spesies langka atau endemik, tempat (habitat) pengasuhan dan pemijahan berbagai biota laut, alur (migratory routes) ikan dan biota laut lainnya, dan sumber air tawar. Di dalam zona preservasi tidak diperkenankan kegiatan pemanfaatan atau pembangunan, kecuali untuk kepentingan penelitian dan pendidikan.
Kedua, zona konservasi, yakni wilayah yang didalamnya diperbolehkan adanya kegiatan pembangunan, tetapi dengan intensitas (tingkat) yang terbatas dan sangat terkendali, misalnya wisata alam (ecotourism), perikanan tangkap dan budidaya yang ramah lingkungan (responsible fishheries), serta pengusahaan hutan bakau secara lestari. Zona konservasi bersama preservasi berfungsi memelihara berbagai proses penunjang kehidupan dan sumber keanekaragaman hayati, seperti siklus hidrologi dan unsur hara, dan membersihkan limbah secara alamiah. Luas zona preservasi dan konservasi yang optimal dalam suatu wilayah bergantung pada kondisi alamnya, biasanya berkisar antara 30 hingga 50 persen dari luas wilayah.
Ketiga, zona pemanfaatan, yakni wilayah yang karena sifat biologis dan ekologisnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang lebih intensif; antara lain industri, pertambangan, dan perkotaan dengan pemukiman padat. Namun, kegiatan pembangunan dalam zona pemanfaatan hendaknya harmonis mengikuti karakteristik ekologis. Misalnya, kegiatan budidaya tambak udang hendaknya tidak pada lahan pesisir bertekstur pasir atau sangat masam, atau berdekatan dengan wilayah industri.
1.1.1. Kebijakan Tata Ruang Kawasan Pesisir
Menurut Soetomo (2005: 8) kebijakan umum dalam pengaturan kawasan pesisir menyangkut kepada 3 aspek besar kebijakan:
 (a) kebijakan konservasi alam;
 (b) kebijakan untuk pemanfaatan pantai;
 (c) kebijakan untuk menghadapi bencana alam.
Sedangkan kebijakan perencanaan wilayah pesisir sangat urgen untuk diaplikasikan pada 3 tipe kawasan pantai berikut ini:
1.       Daerah konservasi pantai yang mempunyai pertimbangan nilai konservasi ekosistem yang tinggi (high value natural conservation) dan memiliki nilai lansekap (bentang alam) yang indah (scenic landscape).
2.       Daerah yang sebagian dapat dikembangkan untuk kepentingan spesifik yang membutuhkan potensi pantai (misalnya, pelabuhan, fasilitas perikanan, pariwisata) Daerah yang perlu dikendalikan karena proses perkembangan perkotaannya (urbanisasi).
Kebijakan penataan ruang wilayah secara Nasional diatur dalam Undang-Undang  Nomor 26  Tahun 2007  Tentang  Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional , maka kebijakan pemerintah dalam penataan ruang secara Nasional  adalah sebagai berikut yaitu:
 Pasal 5 Ayat 1: Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud : Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki dan peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional.
Pasal 7 Ayat 1: Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud meliputi: Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 8 Ayat 1: Kebijakan pengembangan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud: perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budi daya dan pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan .
Selain kebijakan secara Nasional, pemerintah daerah juga turut serta dalam pengawasan terhadap penaatan wilayahnya melalui perda yang diberlakukan yaitu  Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur  Nomor 01 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2010–2030 di tetapkan pemerintah derah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai dasar penataan ruang dengan kebijakan sebagai berikut: Bab II bagian dua, Kebijakan Penataan ruang,Pasal 5,Kebijakan penataan ruang wilayah Provinsi dan kebijakan secara sektoral yang diberlakukan pemerintah kota kupang: Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 12/2011 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota yang diperkuat oleh Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kupang  sesuai Perda  Nomor 11/2011, penataan ruang wilayah Kota Kupang dilakukan dengan pertimbangkan beberapa aspek penting yaitu: Bahwa wilayah pesisir Kota Kupang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, serta jasa lingkungan yang berpotensi ekonomi, yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat pesisir. Kebijakan–kebijakan lain yang turut mendukung penataan ruang wilayah dintaranya:Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2013pelimpahan kewenangan pemberian persetujuan substansi dalam penetapan rancangan peraturan daerah tentang rencana rinci Tata Ruang Kabupaten/Kota,Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentangPenyelenggaraan Penataan Ruang,Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun  2008Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil dalam rencana zonasi mempertimbangkan :
(i).     Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dengan daya dukung ekosistem fungsi pemanfaatan dan fungsi perlindungan, dimensi ruang dan waktu, dimensi teknologi dan sosial budaya, serta fungsi pertahanan dan keamanan;
(ii).    Keterpaduan pemanfaatan berbagai sumber daya, fungsi, estetika lingkungan, dan kualitas lahan pesisir dan;
(iii).   Kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan akses masyarakat dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai fungsi sosial dan ekonomi.
1.1.2.      Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Pesisir
Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.  Program pemanfaatan ruang disusun berdasarkan rencana tata ruang yang telah ditetapkan oleh masing-masing pemangku kepentingan sesuai dengan kewenangannya. Dalam penyusunan dan pelaksanaan program masing-masing pemangku kepentingan tetap harus melakukan koordinasi dan sinkronisasi untuk menciptakan sinergi dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang. Koordinasi antar pemangku kepentingan merupakan satu elemen dasar dalam penyelenggaraan penataan ruang yang efektif (dalam pencapaian tujuan) dan efisien (dalam pemanfaatan sumber daya), namun dalam praktiknya hal ini masih sulit untuk diwujudkan.
Dalam rangka pemanfaatan ruang, para pemangku kepentingan (termasuk masyarakat dan dunia usaha) dituntut untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang mencakup jenis dan besaran program, lokasi pembangunan, serta pembagian peran dan tanggung jawab termasuk pembagian/sharing pembiayaan. Dalam pembangunan infrastruktur jalan misalnya, perlu dikoordinasikan dengan sektor-sektor yang akan memanfaatkan jalan, sehingga jaringan jalan yang dibangun dapat memberikan manfaat yang jauh lebih besar daripada sekedar menghubungkan dua titik.  Selain masalah koordinasi, permasalahan yang berkaitan dengan konsistensi dalam menjadikan rencana tata ruang sebagai acuan pembangunan juga masih banyak dijumpai. Dalam beberapa kasus dapat kita lihat rencana tata ruang justru dikorbankan ketika terdapat keinginan untuk melaksanakan pembangunan yang sebenarnya tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. Minat investasi seringkali justru dipandang sebagai dasar untuk merubah/merevisi rencana tata ruang. Akibatnya rencana tata ruang tidak lagi berfungsi untuk mengarahkan lokasi investasi, tetapi sebaliknya menjadi piranti yang dapat disesuaikan sebagai pembenaran bagi kegiatan investasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran masyarakat dan dunia usaha merupakan faktor penting dalam pemanfaatan ruang mengingat keterbatasan pembiayaan yang dimiliki pemerintah. Namun hal ini tidak dapat dijadikan pembenaran untuk melakukan perubahan rencana tata ruang. Sebaliknya, dalam rangka perwujudan rencana tata ruang perlu disusun berbagai perangkat yang dapat mendorong pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang dan mencegah pemanfaatan ruang yang menyimpang dari rencana tata ruang atau yang dikenal dengan istilah mekanisme insentif dan disinsentif.
Penggunaan lahan merupakan aktivitas dari masyarakat dalam rangka berbagai kegiatan dalam masyarakat tersebut serta interaksinya secara ruang dan waktu. Dinamika perubahan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh faktor manusia seperti pertumbuhan penduduk (jumlah dan distribusinya), pertumbuhan ekonomi dan juga dipengaruhi oleh faktor fisik seperti topografi, jenis tanah, dan iklim (Skole dan Tucker dalam Rais, 2004: 157).
Key dan Alder (1998: 25) membagi penggunaan lahan pesisir menjadi beberapa fungsi yaitu :
1. Eksploitasi Sumber daya (perikanan,  hutan,  gas dan minyak serta pertambangan).
Sumber daya pesisir yang dapat diperbaharui adalah eksploitasi primer dalam sektor perikanan komersial, penghidupan, dan rekreasi perikanan serta industri budidaya air. Sedangkan yang dapat diperbaharui adalah minyak dan pertambangan.
2. Infrastruktur (transportasi, pelabuhan sungai, pelabuhan laut, pertahanan, dan program perlindungan garis pantai)
Pembangunan infrastruktur utama di pesisir meliputi : Pelabuhan sungai dan laut, fasilitas yang mendukung untuk operasional dari sistem transportasi yang bermacam-macam, jalan dan jembatan serta instalasi pertahanan.
3. Pariwisata dan Rekreasi
Berkembangnya pariwisata merupakan sumber potensial bagi pendapatan negara karena potensi pariwisata banyak menarik turis untuk berkunjung sehingga dalam pengembangannya memerlukan faktor-faktor pariwisata yang secara langsung berdampak pada penggunaan lahan.
4.Konservasi alam dan Perlindungan Sumber Daya Alam.
Hanya sedikit sumber daya   alam di pesisir yang dikembangkan untuk  melindungi kawasan pesisir tersebut (Konservasi area sedikit).
Kegiatan pembangunan yang banyak dilakukan pada kawasan pesisir menurut Dahuri et al (2001: 122) adalah
1. Pembangunan kawasan permukiman.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan penduduk akan fasilitas tempat tinggal. Namun pengembangan kawasan permukiman dilakukan hanya dengan mempertimbangkan kepentingan jangka pendek tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan untuk masa mendatang. Dengan adanya pengembangan kawasan permukiman ini, dampak lain yang mungkin timbul adalah pencemaran perairan oleh limbah rumah tangga.
 2. Industri Kegiatan
Pembangunan kawasan industri di kawasan pesisir pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan atau memperkokoh program industrialisasi dalam rangka mengantisipasi pergeseran struktur ekonomi nasional dari dominan primarybased industri menuju secondary based industri dan tertiary based industri, menyediakan kawasan industri yang memiliki akses yang baik terhadap bahan baku, air untuk proses produksi dan pembuangan limbah dan transportasi untuk produksi maupun bahan baku.
Kawasan industri haruslah mempunyai luas yang cukup dan diletakan pada zone yang sesuai untuk menghindari lingkungan sekeliling menjadi buruk.  Manajemen bertanggung jawab seterusnya untuk menjaga hubungan yang sesuai antara kawasan industri dengan masyarakat sekeliling dan sekaligus melindungi investasi yang telah dibuat (Hartshorn Truman A, 1980: 390). Dengan makin majunya industrialisasi, maka pengaruh sampingnya (sideeffect) makin dirasakan; ada yang langsung, seperti pencemaran air, udara dan ada pula yang tak langsung, seperti banjir yang disebabkan oleh penebangan hutan yang tidak berencana. Gejala ini mendorong pemikiran mengenai industrialisasi dalam konteks yang lebih luas yang mencakup juga pemeliharaan lingkungan (Djojodipuro, 1992: 199).
2.      Kegiatan rekreasi dan pariwisata bahari
Hal ini sekalian bertujuan untuk menciptakan kawasan lindung bagi biota yang hidup pada ekosistem laut dalam cakupan pesisir.
3.      Konversi hutan menjadi lahan pertambakan tanpa memperhatikan terganggunyafungsi ekologis hutan mangrove terhadap lingkungan fisik biologis.
Menurut Suprijanto (2008:295), fungsi kawasan kota pantai adalah sebagai berikut:
a. Kawasan komersial (perdagangan);
b. Kawasan budaya, pendidikan dan lingkungan hidup;
c. Kawasan peninggalan bersejarah;
d. Kawasan permukiman;
d. Kawasan wisata (rekreasi);
e. Kawasan pelabuhan dan transportasi;
f. Kawasan pertahanan keamanan.
Menururt Salikin (2003:6) bahwa sistem pemanfaatan lahan yang berkelanjutan merupakan upaya ajakan moral untuk melestarikan lingkungan sumber daya alam dengan mempertimbangkan 3 aspek sebagai berikut :
1. Kesadaran lingkungan
Sistem pemanfaatan lahan tidak boleh menyimpang dari peruntukan lahan dan ekologi lingkungan yang ada. Keseimbangan adalah indikator adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismenya dikendalikan oleh hukum alam.
 2. Bernilai Ekonomis
     Sistem pemanfaatan lahan harus mengacu pada pertimbangan untung rugi, baik dari diri  sendiri dan orang lain, untuk jangka pendek dan jangka panjang, serta organisme dalam sistem ekologi maupun di luar sistem ekologi. Motif ekonomi saja tidak cukup menjadi alasan pembenar (justifikasi) untuk mengeksploitasi sumber daya lahan secara tidak bertanggungjawab. Namun, dalam jangka panjang dampak ekonomis dan ekologi yang ditimbulkan sangat merugikan, terutama bagi generasi yang akan datang.
3.     Berwatak Sosial
Sistem pemanfaatan lahan pesisir harus selaras dengan norma sosial dan budaya yang dianut dan dijunjung tinggi oleh masyarakat sekitarnya. Sebagai contoh peternakkan itik di pekarangan rumah secara ekonomis menjanjikan keuntungan yang layak, namun ditinjau dari aspek sosial dapat memberikan dampak yang kurang baik, seperti pencemaran udara: bau/kotoran/pencemaran lingkungan.
 2.2.    PENGEMBANGAN  KAWASAN PESISIR
Berdasarkan kecenderungan dan kemungkinan perkembangan fungsi pantai dan daerah sekitarnya, secara konseptual usaha pengembangan dan pola pengendalian lahan pantai dapat dipertimbangkan sebagai berikut :
1.      Pengembangan daerah pantai secara mengelompok (clustered).
Dalam hal ini pengembangan daerah pesisir diarahkan ke pedalaman. Dengan konsepsi ini diharapkan permasalahan yang mungkin dapat ditimbulkan oleh penggunaan lahan pantai secara ekstensif sepanjang pesisir dapat dibatasi. Demikian juga akibat yang mungkin dapat ditimbulkan sehubungan dengan gangguan terhadap kelestarian lingkungan hidup dapat dibatasi dan dialokasikan kearah tertentu yang memungkinkan pengontrolan yang lebih efektif (Mulyadi, 2005: 107).
2.      Pengembangan secara reklamasi.
Yaitu pengembangan kawasan pantai yang ditujukan untuk mendapatkan lahan pengembangan baru melalui pengurukan atau pengeringan. Strategi ini dipilih antara lain karena semakin langkanya ketersediaan lahan perkotaan untuk mengakomodir pemenuhan kebutuhan fungsi perkotaan seperti transportasi, drainase, permukiman, fasilitas umum dan lain-lain. (Suprijanto: 304)
3.      Pengembangan secara revitalisasi.
 Yaitu pengembangan kawasan pantai melalui cara pemugaran, konservasi (pelestarian) lingkungan maupun penataan lingkungan. Pemilihan strategi ini didasarkan pada kondisi kawasan dimana terdapat area yang kumuh (slum area)atau pada kawasan yang berpotensi untuk pengembangan ekonomi, sosial atau budaya (Suprijanto: 304).
2.3.    KONSEP PEMUKIMAN
Pemukiman sebagai produk tata ruang mengandung arti tidak sekedar fisik tetapi juga menyangkut hal-hal kehidupan. Pemukiman pada dasarnya merupakan suatu bagian wilayah tempat dimana penduduk atau pemukim tinggal, berkiprah dalam kegiatan kerja dan kegiatan usaha, berhubungan dengan sesama pemukim sebagai suatu masyarakat serta memenuhi berbagai kegiatan kehidupan. Menurut doxiadis (1974), pemukiman merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk oleh (5) lima unsur utama yaitu:
1.      Alam (Nature), lingkungan biotik maupun abiotik. Pemukiman sakan sangat ditentukan oleh adanya alam, baik sebagai lingkungan hidup maupun sebagai sumberdaya seperti unsur fisik dasar.
2.      Manusia (Antopos), pemukiman di pengaruhi oleh dinamika dan kinerja manusia.
3.      Masyarakat (society), hakekatnya di bentuk karena adanya manusia sebagai kelompok masyarakat. As pek-aspek dalam masyarakat yang mempengaruhi pemukiman antara lain: kepadatan dan komposisi penduduk, stratifikasi sosial, struktur budaya, perkembangan ekonomi, tingkat pendidikan, kesejahteraan, kesehatan dan hukum.
4.      Ruang kehidupan  (shell), menyangkut sebagai unsur di mana manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat melaksanakan kiprah kehidupanya.
5.      Jaringan (network), yang menunjang kehidupan kehidupan (jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, telekomunikasi, listrik dan sebagainya.
     Menurut Kuswantojo Tjuk dan Suparti AS (1997), konsep pemukiman adalah bagian dari lengkungan hidup di luar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan pedesaan dan perkotaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan pengidupan. Sedangkanperumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian prasarana dan sarana lingkungan.
2.3.1.      Karakteristik Kawasan Permukiman
Dalam  penentuan  lokasi  permukiman  ada  faktor-faktor  yang  mempengaruhinya.  Diharapkan  dalam  penentuan  lokasi  tersebut  tidak  merusak  Universitas Sumatera Utara lingkungan dan tidak ditempatkan pada lokasi  yang  merupakan  konservasi,kawasan  hutan  lindung.  Secara  umum  dapat  disebutkan  bahwa  permukiman  memiliki  dwifungsi yaitu:
a.   Fungsi pasif, penyediaan sarana/prasarana fisik
b. Fungsi aktif, penciptaan lingkungan yang sesuai dengan kehendak, aspirasi, adatan  tata  cara  hidup  para  penghuni  dengan  segala  dinamika  perubahannya  (Budiharjo, 2004).
Faktor-faktor   yang  menjadi  pokok  dalam  penentuan  kawasan  permukiman  tersebut adalah (Budiharjo, 2004) :
1.  Alam yang menyangkut tentang :
a.  Pola tata guna lahan
b.  Pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam
c.  Daya dukung lingkungan
d.  Taman, area rekreasi/olah raga
2.  Manusia, menyangkut tentang :
a.  Pemenuhan kebutuhan fisik/fisiologis
b.  Penciptaan rasa aman dan terlindungi
c.  Rasa memiliki lingkungan
d.  Tata nilai, estetika
3.  Masyarakat menyangkut tentang :
a.  Peran serta penduduk
b.  Aspek hukum
c.  Pola kebudayaan
d.  Aspek sosial ekonomi
e.  Kependudukan
4.  Wadah/sarana kegiatan, menyangkut tentang :
a.  Perumahan
b.  Pelayanan umum; puskesmas, sekolah
c.  Fasilitas umum; toko, pasar, gedung pertemuan
5.  Jaringan prasarana, menyangkut tentang :
a.  Utilitas : air, listrik, gas, air kotor
b.  Transportasi : darat, laut, udara
c.  Komunikasi
2.3.2.   Faktor Pemilihan Lokasi Permukiman
Berdasarkan  sumber  berbagai  literatur  ada  beberapa  faktor  dalam pemilihan lokasi permukiman  yang  dapat  dikelompokan  menjadi  faktor  fisik/alam,  faktor aksesibilitas, faktor sosial ekonomi, faktor sarana prasarana, serta faktor lingkungan.
1.  Faktor Fisik
Yang  termasuk  dalam  faktor  fisik  dalam  pemilihan  lokasi  adalah kondisi tropografi, hidrologi, kemiringan, ketinggian tanah, tingkat curah hujan, jenis tanah, lokasi  merupakan  daerah  yang  bebas  banjir.  Kemiringan  tanah  /kelerengan  lebih  banyak berpengaruh terhadap pemilihan lokasi, semakin landai lahan  akan semakin  banyak ragam aktivitas. Kemiringan tanah/lereng juga terkadang dapat menunjukkan kelas dan status penghuni secara sosial ekonomi (Pacione,1995). Hal ini disebabkan karena  besarnya  biaya  kontruksi  untuk  membangun  pada  daerah  yang  mempunyai kelerengan yang besar.
a.  Kondisi topografi
Menurut  Sampurno  (2001),  kesesuaian  penggunaan  lahan  untuk permukiman disarankan dengan kemiringan lereng 0% sampai dengan 15%, kemiringan yang > 40% merupakan daerah yang curam tidak cocok untuk permukiman.
b.  Jenis tanah
Jenis tanah sangat berkaitan dengan kepekaan terhadap erosi. Ada beberapa jenis tanah yang mempunyai tingkat kepekaan yang relatif tinggi terhadap erosi yaitu  regosol, organosol, litosol, dan renzina. Kepekaan terhadap erosi ini akan semakin rawan apabila berada pada kemiringan relatif curam, karena akan menyebabkan aliran  air  semakin  deras  sehingga  daya  angkut  air  pun  semakin  tinggi.  Kondisi jenis  tanah  dan  kemampuan  daya  dukungtanah  juga  berpengaruh  terhadap bangunan  diatasnya,  maka  sebaiknya  bangunan  dibangun  pada  lokasi  yang memiliki daya kerja yang baik (Astuti, 2006).
c.  Curah hujan
Curah  hujan  menjadi  salah  satu  faktor  yang  harus  dipertimbangkan  dalam penentuan lokasi,  karena hal ini akan berpengaruh kepadajumlah  kandungan  air tanah. Curah hujan juga dapat  menjadi  kendala  bila dalam jumlah besar berupa bencana  banjir,  erosi  dan  longsor  apabila  karakteristik  lahan  tidak  dapat menampung dan menyalurkan air hujan tersebut.
d.  Ketinggian lahan
Faktor  ketinggian  lahan  untuk  kawasan  permukiman  tidak  ada  ketentuan  yang mensyaratkan  sepanjang  tidak  menganggu  keseimbangan  lingkungan (Sugiharto, 2001). Sudah sejak lama manusia tinggal dan bermukim diketinggian lebih  dari  2000  meter,  namun  untuk  mempertimbangkan  keseimbangan lingkungan  dan  menjaga  kawasan  di  bawahnya  maka  diperlukan  pembatasan ketinggian untuk kegiatan permukiman. Kawasan  yang  dimaksud  sebagai  pembatas  ketinggian  untuk  kegiatan permukiman  adalah  kawasan  hutan  lindung  yang  dapat  berupa  hutan  dengan ketentuan menurut Keppres No. 32 Tahun 1990 memiliki kemiringan lereng lebih dari 40% atau memiliki ketinggian lebih dari 2000 meter di atas permukaan laut. Kawasan  di  luar  hutan  lindung  ini  adalah  kawasan  budidaya  yang  diasumsikan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan permukiman.
2.   Aksesibilitas
Faktor  aksesibilitas  dapat  menentukan  nilai  kestrategisan  lokasi,  karena menyangkut  kemudahan  pencapaian  lokasi  tersebut  dari  berbagai  tempat (Golany, 2000). Sub faktor yang menjadi indikator adalah :
a.  Kedekatan lokasi dengan jaringan transportasi
b.  Kedekatan lokasi dengan pusat perkotaan.
Daya  hubungan  atau  aksesibilitas  yang  baik  merupakan  salah  satu  faktor penting  dalam  pemilihanlokasi  permukiman,  karena  akan  mempermudah  mobilisasi dari satu kawasan ke kawasan lainnya (Wilson et al,1977; Srour et al, 2003). Daya hubung  yang  baik  diindikasikan  antara  lain  dengan  ketersediaan  angkutan  umum, ketersediaan jaringan jalan. Idealnya aksesibilitas yang baik pada suatu lokasi diukur berdasarkan seberapa baik jaringan transportasi pada lokasi tersebut dapat terhubung dengan pusat-pusat kegiatan lainnya.
Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan dan kemudahan mengenai data lokasi  tata  guna  lahan  berinteraksi  satu  sama  lain  dan  mudah  atau  susahnya  lokasi tersebut dicapai melalui sistem jarinagan transportasi ( Najid, 2005).
3.  Faktor Sosial Ekonomi
Faktor  ekonomi  social  dapat  dikatakan  menjadi  pertimbangan  awal  dalam menetapkan  keputusan  perlunya  pembangunan  dalam  suatu  kegiatan,  karena  sangat berkaitan  dengan  mekanisme  pasar  yaitu penyediaan  pelayanan  terhadap  timbulnya permintaan (Golany , 2000). Harga  lahan  dan  pajak  lahan  merupakan  salah  satu  variabel  yang mempengaruhi  dalam  menentukan  lokasi.  Harga  lahan  tersebut  dapat  menunjukan pengklasifikasian  masyarakat  yang  dikelompokan  menjadi  kelas  rendah,  menengah rendah,  menengah  atas  dan  sangat  atas.  Harga  lahan  juga  berhubungan  dengan kualitas lingkungan dalam pemilihan lokasi (Srour et al, 2003).


4. Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Dalam menentukan lokasi permukiman perlu  dipertimbangkan  faktor ketersediaan  sarana  dan  prasarana,  karena  keberadaannya  dapat  mengakibatkan berkembangnya suatu wilayah permukiman (Harmato, 1993). Sarana-prasarana yang dipertimbangkan   diantaranya  adalah  jaringan  listrik,  jaringan  air  bersih,  drainase, sekolah,  sarana  kesehatan,  dan  sarana  pendukunng  lainnya.  Ketersediaan  air  bersih merupakan  salah  satu  faktor  pertimbangan  dalam  penentuan  dan  pemilihan  lokasi permukiman,  hal  ini  disebabkan  karena  air  bersih  merupakan  salah  satu  kebutuhan utama manusia untuk kebutuhan hidup sehari-hari (Vernon, 1985). Faktor  daya  dukung  sarana  dan  prasarana  ini  juga  oleh  pemerintah  daerah sering digunakan untuk menjual daya tarik daerahnya (Sugiharto, 2001). Lebih lanjut disebutkan sub faktor yang menjadi indikator diantaranya adalah :
a.  Kedekatan  lokasi  dengan  jaringan  pembungan  limbah  atau  kemudahan  lokasi membuang limbahnya ke tempat pembungan terakhir.
b.    Ketersediaan pasokan energi, terutama energi listrik
c.  Ketersediaan fasilitas sosial setempat seperti rumah sakit, sarana pendidikan dan lainnya.
5.    Faktor Lingkungan
Faktor  lingkungan  juga  sangat  mempengaruhi  mutu  lingkungan  dari  aspek kenyamanan.  Faktor  lingkungan  terutama  untuk  masyarakat  kelas  atas  faktor  ini menjadi  salah  satu  faktor  utama.  Sub  faktor  yang  menjadi  indikator  dari  faktor  ini adalah potensi lansekap; tingkat polusi udara, air dan suara; kondisi flora dan fauna setempat; lokasi-lokasi historis dan objek wisata (Golany, 2000).
2.4.KAWASAN PERUNTUKKAN PERDAGANGAN DAN JASA
Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa memiliki fungsi untuk Memfasilitasi kegiatan transaksi perdagangan dan jasa antar masyarakat yang membutuhkan (sisi permintaan) dan masyarakat yang menjual jasa (sisi penawaran). Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa perlu mempertimbangkan beberapa aspek penting sebagai berikut:
a)      Kriteria Umum dan Kaidah Perencanaan
Peletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung di sesuaikan dengan kebutuhan konsumen dan jenis-jenis bangunan yang di perbolehkan antara lain: 1). Bangunan usaha perdagangan (eceran dan grosir); pertokoan, warung dan sebagainya; 2). Bangunan penginapan: hotel, guest house, motel, dan penginapan lainnya; 3). Bangunan penyimpanan dan pergudangan: tempat parkir, gudang; 4). Bangunan tempat pertemuan: aula, tempat konferensi; 5). Bangunan pariwisata/rekreasi (diruang tertutup): bioskop, dan area bermain.
b)     Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan
1) Tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam;
2) Lokasinya strategis dan mudah dicapai dari seluruh penjuru kota;
3) Dilengkapi dengan sarana antara lain tempat parkir umum, bank/ATM, pos polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat ibadah, dan sarana penunjang kegiatan komersial serta kegiatan pengunjung;
4) Terdiri dari perdagangan lokal, regional, dan antar regional.
c)    Kriteria dan batasan teknis:
1) Pembangunan hunian diijinkan hanya jika bangunan komersial telah berada pada persil atau merupakan bagian dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
2) Penggunaan hunian dan parkir hunian dilarang pada lantai dasar di bagian depan dari perpetakan, kecuali untuk zona-zona tertentu;
3)     Perletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung disesuaikan  dengan kelas konsumen yang akan dilayani;
2.5.PENELITIAN TERDAHULU
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyangkut pemanfaatan dan pengembangan  kawasan pesisir dapat di  lihat pada Tabel.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

No
Peneliti / Tahun

Judul
Aspek yang diteliti
1
Johannes Bell (2007)

Faktor-Faktor Bermukim Masyarakat Pada Kawasan Sempadan Pantai di Kota Kupang
Faktor-faktor bermukim masyarakat
pada kawasan sempadan pantai di Kota Kupang
2
Dzati Utomo (2004)
Evaluasi Kebijakan Pemanfaatan
Lahan Kawasan Pesisir Kota Tegal
Faktor-faktor penyebab perubahan dan pergeseran pemanfaatan lahan.
3
Ari Kristina (2003)
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Jenis Penggunaan Lahan Pesisir Semarang.
Faktor-faktor demand dan supply pada penggunaan lahan pesisir.
4
Paula Issabel Baun (2008 )
Kajian pengembangan
Pemanfaatan ruang terbangun
Di kawasan pesisir kota kupang
Aspek-aspekyang mempunyai peran penting dalam mengkaji pengembangan pemanfaatan ruang terbangun dikawasan pesisir Kota Kupang
Sumber: ulasan peneliti
2.6.  KEASLIAN PENELITIAN
Beberapa hal yang berkaitan dengan keaslian penelitian ini adalah:
1. Topik:Analisis Pemanfaatan Dan Pengembangan Kawasan Pesisi Kelapa Lima Kota Kupang.
2. Lokasi  : Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan unit analisisKelurahan Kelapa Lima yang tepat berada pada kawasan pesisir.
3.  Metode :Deskriptif  Kualitatif.
Penelitian yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan mempunyai topik dan aspek lokasi yang hampir sama yaitu kawasan pesisir kota. Namun perbedaan mendasar dengan penelitian yang akan dilakukan adalah menyangkut pemanfaatan dan pengembangan kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang dalam hal pemukiman perdagangan dan jasa .­





                                        BAB III
                         METODE PENELITIAN


1.1.LOKASI PENELITIAN
Yang menjadi lokasi tempat penelitian ini adalah daerah pesisir pantai Kelurahan Kelapa Lima Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Alasan penentuan tempat penelitian ini adalah karena dengan adanya perkembangan sosial ekonomi pada kawasan pesisir kelurahan kelapa lima kota kupang yang semakin meningkat tentu akan berpengaruh terhadap pemanfaatan dan pengembangan kawasan yang ada, dalam hal ini kawasan pemukiman, perdagangan dan jasa.
1.2.   JENIS  PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan fenomena yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengembangan dikawasan pesisir Kota Kupang dalam hal pemukiman, perdagangan dan jasa. oleh karena itu penelitian ini dilakukan peneliti dengan menggunakan metode Deskriptif Kualitatif, artinya penenelitian ini dilakukan untuk memahami nilai-nilai variabel tanpa membuat suatu perbandingan dan untuk memahami fenomena sosial, berupa serangkaian kegiatan atau upaya menjaring informasi secara mendalam dari pemanfaatan dan pengembangan kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima dalam hal pemukiman perdagangan dan jasa, kemudian dihubungkan dengan pemecahan masalah, dari sudut pandang teoritis maupun empiris.
1.3.SUBJEK DAN INFORMEN PENELITIAN
1.3.1.      Subjek
Subjek merupakan sasaran dan sumber pendukung kevalitan  penelitian ini yaitu:

a.       Dokumen
Dokumen dalam penelitian ini adalah data kebijakan maupun undang-undang yang berkaitan dengan arah pengembangan kawasan pesisir.
b.      Situasi Sosial Ekonomi
   Keadaan sosial ekonomi pada kawasan pesisir Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang dalam hal pemukiman perdagangan dan jasa.
c.       Stakeholders
Stakeholders atau pelaku-pelaku yang memiliki kepentingan pada kawasan pesisir diantaranya Masyarakat,  Pemerintahan  maupun pihak Suasta.
1.3.2.      Informen Kunci
a.        Informan Kunci
Yaitu mereka yang mengetahui dan memahami tentang informasi pokok dalam lokasi penelitian. Adapun kriteria informan kunci yaitu:
1.  Yaitu mereka yang menguasai atau  memahami masalah yang di teliti;
2.    Mereka yang sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang sedang di teliti;
3.    Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi;
4.    Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil kemasannya sendiri.
b.      Informen Tambahan
Informen tambahan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang ada pada kawsan pesisir Kelurahan Kelapa Lima dengan berbagai kepentingan dan aktifitasnya.

1.4.TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan melalui :
1.4.1.   Observasi
    Yaitu peneliti melakukan pengamatan terhadap fenomena yang terjadi dalam aktifitas  keseharian masyarakat.
1.4.2. Wawancara mendalam
               Yaitu dilakukan pada pemerintah tokoh masyarakat dan masyarakat yang akan ditentukan untuk memperoleh secara mendalam berbagai informasi yang berkaitan dengan penelitian.
1.4.3.      Studi kepustakaan
Yaitu mengacu pada teori-teori, literatur dan regulasi-regulasi yang mendukung penulisan ini.
1.4.4.      Dokumentasi
Yaitu mengabadikan gambar-gambar dan dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.
1.5.PENGOLAHAN DATA
       Berdasarkan data yang dikumpulkan maka dapat diolah sebagai berikut :
3.5.1. Editing yaitu memeriksa dan meneliti data yang diperoleh dari lapangan.
3.5.2.Coding yaitu menyusun secara teratur dan sistematis  semua data yang diperoleh dari lapangan.          
1.6.TEKNIK  ANALISIS  DATA
1.6.1.      Sebelum Memasuki Lapangan Penelitian
Dilakukan dengan menelaah dari berbagai sumber yang berkaitan dengan fokus penelitian untuk memperoleh pemahaman secara mendalam terhadap fokus penelitian melalui, observasi atau pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Moleong (1988: 247).
1.6.2. Setelah Memasuki Lapangan Penelitian
Menurut Miles dan Haberman (1992: 16) hal penting dalam analisis  kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan  yaitu reduksi data, display data dan verivikasi atau kesimpulan dan dalam Maleong (2008) mengatakan bahwa teknik analisis data dalam penelitian kualitatif sebagai berikut:
1.      Reduksi data
              Data reduksi dilakukan untuk menyeleksi data-data yang telah terkumpul.
2.      Display/menyajikan  data
             Dilakukan untuk menguraikan hubungan antar kategori dalam data   penelitian.
3.      Verivikasi Data/Kesimpulan
              Uji keabsahan data dalam penelitian, sering ditekankan pada uji validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama terhadap data hasil penelitian adalah falid, realiable, dan obyektif. Berkenaan dengan hal tersebut maka dalam penelitian ini, uji keabsahan data meliputi:
a.   Standara Kredibilitas dengan cara:
1)      Memperpanjang peneliti dilapangan (perpanjang pengamatan), hal ini di maksudkan, peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru untuk mendapatkan data yang benar-benar objektif, dan perpanjangan pengamatan ini dilakukan akan sangat tergantung pada kedalaman, keluasan dan kepastian data,
2)      Melakukan observasi terus menerus dengan sungguh-sungguh  sehingga peneliti bisa memahami fenomena yang ada secara sungguh-sungguh (meningkatkan ketekunan),
3)      Melakukan trianggulasi, dimaksudkan untuk mengecek data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu (trianggulasi sumber, trianggulasi teknik dan waktu),
4)      Melibatkan teman sejawat, hal ini dimaksudkan untuk membantu peneliti memahami dan menganalisis data yang diperoleh dari sumber data,
5)      Melakukan kajian negatif, berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan berarti data yang telah ditemukan sudah dapat dipercaya,
6)      Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasil analisis, tujuanya adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesui dengan apa yang diberikan oleh pemberi data, apabila data yang ditemukan disepakati oleh sumber data  berarti data tersebut valid, sehingga semakin kredibel, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsiran tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam maka peneliti harus merubah temuan dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.
b.      Standar Transferabilitas: standar yang di nilai oleh pembaca laporan. Hasil penelitian di anggap memiliki transferabilitas tinggi bila pembaca laporan memperoleh pemahaman yang jelas tentang fokus dan isi penelitian. Hasil penelitian dapat diterapkan pada tempat lain.
c.       Standar Depedendabilitas (reliabilitas): adanya pengecakan atau penilaian ketepatan peneliti dalam mengkonseptualisasikan data secara konsisten. Konsistensi peneliti dalam keseluruhan proses penelitian menyebabkan penelitian  di anggap mempunyai depedendabilitas tinggi. Standar depedendabilitas  dalam penelitian ini dapat dilakukan oleh pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktifitas peneliti dalam melakukan penelitian.
d.      Standar Konfirmabilitas (obyektifitas): lebih berfokus pada pemeriksaan dan pengecekan kualitas hasil penelitian (apakah
 benar hasil penelitian di dapat dari lapangan). Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian ini telah memenuhi standar konfirmabilitas.
1.7.KERANGKA PIKIR
Kerangka berpikir merupakan model konseptual mengenai bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah teridentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir ini akan menjelaskan secara teoritis hubungan antar variabel yang akan diteliti dan juga sebagai penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan  yang dapat kita lihat pada Bagan 3.1. dibawah ini:



                                                                              Bagan 3.1. (MAAF GBR TDK DIMUAT)
                                                                    KERANGKA PIKIR



 
 






























Tidak ada komentar:

Posting Komentar